Jakarta – Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo, yang lebih dikenal dengan sebutan Bamsoet, mengangkat isu krusial terkait risiko penyalahgunaan aset digital, khususnya cryptocurrency, dalam berbagai bentuk kejahatan terorganisir. Kejahatan tersebut mencakup korupsi, pencucian uang, judi online, dan perdagangan narkoba. Bamsoet menyoroti bahwa meskipun teknologi keuangan membawa banyak manfaat, ia juga membuka celah bagi pelaku kejahatan untuk memanfaatkan kripto.
Bamsoet menjelaskan bahwa salah satu daya tarik utama kripto bagi pelaku kejahatan adalah sifatnya yang pseudoanonim. Transaksi kripto memungkinkan pembeli dan penjual beroperasi secara anonim, sehingga sulit dilacak. Hal ini menjadikan kripto sebagai alat yang ideal bagi mereka yang ingin menyembunyikan identitas dalam transaksi ilegal.
Dalam konteks korupsi, Bamsoet mengungkapkan bahwa sekitar 24 persen dari total kasus yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki jejak transaksi kripto. Teknologi blockchain yang mendasari kripto memungkinkan pemindahan dana hasil korupsi dengan cara yang lebih efisien dan minim jejak, sehingga menyulitkan penegak hukum untuk melacak aliran dana tersebut.
Selain korupsi, Bamsoet juga menyoroti penggunaan aset kripto dalam pencucian uang yang terkait dengan transaksi narkoba dan judi online. Judi online, menurut Bamsoet, merupakan salah satu sektor yang paling banyak memanfaatkan cryptocurrency. Platform judi online sering kali menerima taruhan dalam bentuk kripto, yang memudahkan penyamaran transaksi dan menyulitkan pengawasan tanpa regulasi yang ketat. Diperkirakan sekitar 10 persen dari total transaksi kripto terkait dengan aktivitas judi online.
Presiden RI ke-7, Joko Widodo, juga sempat menyoroti masalah pencucian uang melalui aset kripto. Berdasarkan data dari Crypto Crime Report, terdapat indikasi pencucian uang dari aset kripto senilai US$ 8,6 miliar atau setara Rp 139 triliun secara global pada tahun 2022. Angka ini menunjukkan betapa seriusnya masalah ini di tingkat internasional.
Modus yang paling umum dalam tindak pencucian uang melibatkan transfer dana ilegal dalam bentuk kripto untuk pembelian barang-barang ilegal. Selain itu, dana ilegal sering kali diubah dari rupiah ke kripto dan kemudian didistribusikan ke berbagai ‘wallet address’, yang membuat pelacakan menjadi lebih sulit.