Jakarta – Pelaksana Tugas Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Ema Setyawati, mengungkapkan bahwa terdapat tujuh penyakit yang berhubungan dengan risiko kontaminasi senyawa kimia Bisfenol A (BPA) pada galon guna ulang. Beberapa penyakit tersebut meliputi gangguan sistem reproduksi pada pria dan wanita, diabetes dan obesitas, gangguan sistem kardiovaskuler, gangguan ginjal, kanker, gangguan perkembangan kesehatan mental, dan Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak.
BPA diketahui dapat mengganggu fungsi hormon dalam tubuh, yang berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Untuk mengantisipasi dampak kesehatan tersebut, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan pelabelan BPA. BPOM telah menambahkan dua pasal baru pada peraturan tentang Label Pangan Olahan pada 5 April 2024. Pasal 48a mengatur kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan, sementara Pasal 61A mengatur kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum bermerek yang menggunakan kemasan polikarbonat.
Saat masa tenggang penerapan aturan tersebut berakhir pada 2028, produsen yang menggunakan kemasan polikarbonat wajib menerapkan label peringatan ‘Dalam kondisi tertentu, kemasan polikarbonat dapat melepaskan BPA pada air minum dalam kemasan’. Mayoritas kemasan galon bermerek yang beredar di masyarakat berbahan polikarbonat, jenis plastik keras yang menggunakan BPA sebagai bahan baku. Galon dengan kemasan plastik polikarbonat ini umumnya didistribusikan dengan sistem ‘guna ulang’, di mana produsen rutin menarik kembali galon kosong untuk dibersihkan di pabrik sebelum diisi dan dipasarkan kembali.
Ema menjelaskan bahwa kontaminasi BPA pada galon guna ulang berpotensi terjadi bila proses pencucian dan distribusi galon tidak tepat. Proses ini termasuk penyemprotan galon bekas dengan suhu tinggi, penggunaan deterjen, atau menggosok bagian dalam galon hingga tergores, serta membiarkan galon terpapar sinar matahari langsung dalam waktu yang lama saat pengantaran ke konsumen. Oleh karena itu, Ema mendesak industri untuk melakukan monitoring mandiri secara berkala terhadap persyaratan keamanan dan kemasan pangan serta menerapkan cara produksi pangan olahan yang baik (CPPOB) secara konsisten.
Peneliti polimer Dr. Akbar Hanif Dawam Abdullah, dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyatakan bahwa meskipun penggunaan BPA pada galon polikarbonat menjadikan galon kuat dan tahan panas, tetap ada potensi migrasi BPA dari kemasan ke air minum. BPA yang masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu fungsi kerja hormon. Sementara itu, pakar epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono, menambahkan bahwa BPA sejak lama telah diklasifikasikan sebagai bahan kimia pengganggu endokrin, yang dapat memunculkan efek kesehatan pada semua lapisan kalangan umur, termasuk janin pada periode prenatal.