China Beri Tunjangan Anak Rp8,2 Juta per Tahun untuk Atasi Krisis Populasi

Husni Rachma
3 Min Read
FILE PHOTO-The Chinese national flag is seen in front of the financial district Central on the Chinese National Day in Hong Kong, China October 1, 2022. REUTERS/Tyrone Siu

HALUAN.CO – Pemerintah Tiongkok akan mulai memberikan bantuan finansial sebesar 3.600 yuan per tahun, atau sekitar Rp8,2 juta, untuk setiap anak di bawah usia tiga tahun. Pengumuman ini dilaporkan oleh kantor berita pemerintah Xinhua pada Senin (28/7/2025).

Kebijakan ini hadir di tengah krisis demografi yang memburuk, dengan penurunan populasi nasional selama tiga tahun berturut-turut. Meskipun masih menjadi negara dengan jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia setelah India, Tiongkok kini menghadapi tantangan serius akibat menurunnya tingkat kelahiran.

Sepanjang 2024, tercatat hanya 9,54 juta kelahiran, sebuah angka yang menunjukkan penurunan hampir 50% dibandingkan 2016—tahun saat kebijakan satu anak resmi dicabut. Diketahui, kebijakan pembatasan kelahiran tersebut diberlakukan sejak 1980 hingga 2015.

Selain penurunan kelahiran, jumlah pasangan yang menikah juga terus menurun. Banyak generasi muda yang memilih menunda pernikahan dan memiliki anak, dikarenakan tingginya biaya hidup serta fokus utama pada pengembangan karier pribadi.

Respons Regional: Tunjangan dan Kebijakan Pro-Keluarga

Sejumlah provinsi di Tiongkok telah mengambil langkah inisiatif dengan menawarkan berbagai bentuk bantuan kepada keluarga. Data dari Komisi Kesehatan Nasional (NHC) menyebutkan bahwa lebih dari 20 pemerintah provinsi telah menerapkan skema tunjangan anak.

Berita Lainnya  40 Bank China Tiba-Tiba Hilang! Apa yang Terjadi?

Misalnya, kota Hohhot di Mongolia Dalam sejak Maret 2025 mulai memberi insentif kepada keluarga dengan tiga anak atau lebih. Mereka bisa mendapatkan hingga 100.000 yuan (sekitar Rp22,8 juta) jika memutuskan untuk memiliki anak lagi.

Di Shenyang, Provinsi Liaoning, keluarga yang memiliki anak ketiga akan menerima tunjangan sebesar 500 yuan (Rp2,8 juta) setiap bulan, sampai anak mencapai usia tiga tahun.

Sementara itu, di Provinsi Sichuan, terdapat proposal kebijakan yang mendorong perpanjangan cuti untuk pasangan. Rencana tersebut termasuk peningkatan cuti pernikahan dari 5 hari menjadi 25 hari, serta peningkatan durasi cuti melahirkan dari 60 hari menjadi 150 hari.

Analis: Bantuan Positif tapi Tidak Berdampak Besar

Meskipun dianggap sebagai langkah yang mengarah ke arah yang tepat, para pengamat ekonomi menilai bahwa besaran tunjangan belum cukup untuk menghasilkan perubahan berarti pada struktur demografi atau pertumbuhan ekonomi domestik.

Zhiwei Zhang, Presiden dan Ekonom Utama di Pinpoint Asset Management, menyatakan kepada Reuters bahwa langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai memahami dampak jangka panjang rendahnya angka kelahiran terhadap perekonomian.

Menurut Zichun Huang dari Capital Economics, kebijakan ini penting sebagai sinyal awal bahwa pemerintah mulai menerapkan transfer fiskal langsung kepada masyarakat. Namun, ia menilai bahwa jumlah bantuan tersebut terlalu kecil untuk memberikan pengaruh besar dalam jangka pendek terhadap pertumbuhan populasi maupun daya beli masyarakat.

Berita Lainnya  Sesal Calvin Verdonk: Apa yang Terjadi Usai Laga Bahrain dan China?

Warga pun memiliki pandangan yang beragam mengenai kebijakan ini. Seorang ibu di Beijing bernama Wang Xue menyampaikan pendapatnya kepada AFP:

“Bagi pasangan muda yang baru menikah dan sudah memiliki anak, hal ini mungkin mendorong mereka untuk mempertimbangkan memiliki anak kedua,” katanya.

“Memiliki satu anak masih bisa diatasi, tapi jika saya memiliki dua, saya mungkin merasa sedikit tertekan secara finansial,” lanjut perempuan berusia 36 tahun tersebut.

Sumber: DW Indonesia

Share This Article
Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *