Jakarta – Warga Jepang kini berlomba-lomba untuk mendapatkan beras guna memastikan pasokan nasi mereka aman menjelang libur nasional selama sepekan. Cuaca panas ekstrem yang melanda negara tersebut telah menyebabkan kelangkaan stok beras.
Suhu tinggi dan kondisi kering pada musim panas lalu mengakibatkan hasil panen beras menurun di wilayah-wilayah utama yang sedang tumbuh, serta merusak kualitas gabah. Stok beras saat ini bahkan menjadi yang terendah dalam 25 tahun terakhir.
Pemerintah daerah di Saitama, sebuah prefektur di utara Tokyo yang terkenal dengan cuaca panasnya, tengah mencari solusi ilmiah untuk mengatasi masalah kekurangan beras di masa depan. Mereka sedang mengembangkan proyek untuk menciptakan varietas beras yang lebih tahan terhadap cuaca ekstrem. Inisiatif ini merupakan bagian dari beberapa proyek nasional yang bertujuan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kondisi cuaca yang semakin ekstrem.
Musim panas 2024 di Jepang menjadi salah satu yang terpanas, dengan suhu tinggi yang mengganggu pembentukan pati di bulir padi. Akibatnya, beras menjadi lebih buram, berbintik-bintik putih, dan menurunkan kualitasnya untuk konsumsi manusia, yang berdampak pada penurunan nilai pasar beras tersebut.
Jepang mengalami musim panas terik pada bulan Juli 2024. Panas yang tinggi mengganggu akumulasi pati di dalam bulir padi, menyebabkannya tampak lebih buram, berbintik-bintik putih, dan kurang diminati untuk dikonsumsi manusia, yang berdampak pada nilai pasar tanaman tersebut.
Di pusat penelitian, para peneliti mengambil benih dari seluruh Jepang, membudidayakan, dan melakukan penyerbukan silang dalam upaya menciptakan varietas yang lebih tahan seperti emihokoro, yang telah ditanam di 31 ladang sebagai uji coba tahun ini.
Beras merupakan salah satu sumber kebanggaan Jepang, baik sebagai biji-bijian premium untuk hidangan khas seperti sushi maupun sebagai makanan pokok yang banyak dikonsumsi. Jepang, sebagai ekonomi terbesar keempat di dunia, masih mengimpor lebih dari 60 persen kebutuhan pangannya, meskipun beras adalah salah satu dari sedikit makanan pokok yang bisa diproduksi secara mandiri. Panen yang buruk tahun lalu menjadi salah satu faktor utama yang mendorong kenaikan harga pangan secara tajam di negara ini.
Persediaan beras swasta di Jepang berjumlah 1,56 juta ton pada Juni 2024, volume akhir musim terendah sejak tahun 1999 ketika data pembanding pertama kali dikumpulkan, menurut kementerian pertanian. Data inflasi bulan Juli yang dirilis minggu lalu menunjukkan beras, tidak termasuk merek premium terkenal ‘koshihikari’, mengalami tingkat kenaikan harga tertinggi dalam lebih dari 20 tahun.
Di cabang jaringan supermarket Akidai di Tokyo bagian barat, rak-rak yang biasanya diisi dengan beras dalam jumlah banyak sebagian besar kosong. Presiden jaringan supermarket Hiromichi Akiba mengatakan pedagang grosir tidak dapat memenuhi pesanannya, dan terkadang mereka tidak dapat mengirimkan beras.
Meskipun kekurangan saat ini dapat diatasi saat panen baru tersedia paling cepat pada bulan September, pasokan yang ketat diperkirakan akan tetap ada hingga tahun depan dengan cuaca panas yang menimbulkan risiko bagi panen mendatang, kata perusahaan riset BMI dalam sebuah laporan bulan ini.
Sementara itu, pemerintah semakin khawatir bahwa perubahan iklim akan mengancam tanaman terpentingnya dalam jangka panjang kecuali jika tindakan diambil. Sebuah laporan kementerian pertanian yang dirilis pada bulan Juli menunjukkan hasil panen padi di Jepang diproyeksikan akan menurun sekitar 20 persen pada tahun 2100 dibandingkan dengan abad sebelumnya. Kementerian tersebut mengatakan peralihan ke varietas yang tahan suhu tinggi merupakan langkah paling penting untuk mengatasi dampak perubahan iklim terhadap tanaman padi dan kemungkinan kekurangan di masa mendatang.
