Haluan.co – Kandidat anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Kalimantan Timur, A Zaldy Irza Pahlevy Abdurrasyid secara resmi mendaftarkan diri ke KPUD Kalimantan Timur.
Didampingi pendukungnya, Zaldy yang merupakan Staf Ahli Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti itu resmi mengikuti kontestasi demokrasi lima tahunan sebagai Senator mewakili Kaltim.
Ditemui usai mendaftar, Zaldy yang berlatarbelakang sebagai apoteker itu menggagas agar Pemilu 2024 mendatang menggunakan sistem E-Voting menggantikan sistem coblosan manual di TPS.
Bukan tanpa alasan gagasan itu disampaikan Zaldy. Menurut tokoh pemuda yang terkenal dengan gagasan briliannya itu, sistem E-Voting dapat menghemat anggaran yang dikeluarkan untuk Pemilu.
“Selain meminimalisir anggaran, hasil dari sistem E-Voting hasilnya bisa diketahui dengan cepat,” kata Zaldy.
Keunggulan lainnya, Zaldy menilai sistem E-Voting dapat mencegah terjadinya kecurangan dalam Pemilu yang diduga seringkali terjadi, sehingga menjadi sengketa di Mahkamah Konsitusi (MK) hampir setiap periode gelaran Pemilu.
Dikatakan Zaldy, hampir setiap dihelatnya pesta demokrasi lima tahunan, baik pada Pemilihan Presiden, Legislatif, hingga Gubernur dan Bupati/Wali Kota, publik selalu disuguhkan adanya dugaan kecurangan yang sistematis, massif dan terstruktur dalam Pemilu.
Beberapa kasus dikabulkan oleh MK karena terbukti adanya kecurangan.
“Dengan menggunakan sistem E-Voting, kecurangan dapat ditekan seminimal mungkin. Saat ini sudah ada teknologi blockchain yang semuanya terenkripsi, sehingga dapat meminimalisir adanya penyelewengan data, termasuk suap dan korupsi,” jelas Zaldy.
Sistem E-Voting ini nantinya digunakan khusus untuk pemilihan Legislatif.
Sedangkan untuk pemilihan Eksekutif atau Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Zaldy menegaskan agar dipilih melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI).
Oleh karenanya, Zaldy juga mendorong agar bangsa ini kembali kepada UUD 1945 naskah asli untuk selanjutnya diperbaiki dengan teknik addendum.
“Artinya, kita kembalikan MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang memilih Presiden dan Wakil Presiden serta merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). Sehingga, Presiden merupakan mandataris MPR RI yang merupakan representasi kedaulatan rakyat,” ujar Zaldy.
Menurut Zaldy, ada keuntungan jika kita menggunakan sistem sebagaimana telah disebutkannya. Pertama, kita menjadi bangsa yang mampu memanfaatkan perkembangan teknologi untuk mempermudah pelaksanaan sistem demokrasi kita, dengan biaya sedikit dan mampu menekan kecurangan.
“Kedua, dengan mendorong MPR RI sebagai Lembaga Tertinggi Negara yang diisi oleh wakil rakyat dari fraksi partai politik dan perseorangan di DPR dan juga dari Utusan Daerah dan Utusan Golongan, kita mengembalikan kedaulatan kembali ke tangan rakyat,” papar Zaldy.
Dengan begitu, akan terjadi penguatan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPR RI), karena ia memiliki hal yang sama dengan wakil partai politik di DPR RI.
“DPD RI yang merupakan unsur perseorangan akan dilebur bersama DPR RI. Sehingga dia akan menjadi penyeimbang dari kekuatan partai politik. Dia dipilih melalui mekanisme Pemilu yang menggunakan sistem E-Voting. Sedangkan Utusan Daerah dan Utusan Golongan ditunjuk oleh kelompoknya masing-masing,” demikian Zaldy.***