Jakarta – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Hukum Adat sebagai bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025. Usulan ini diajukan oleh tiga anggota DPR, yaitu Sulaeman Hamzah, Martin Manurung, dan Rudianto Lallo. Dukungan juga datang dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, serta Dewan Perwakilan Daerah, yang menginginkan agar RUU ini segera disahkan tahun depan.
Martin Manurung, anggota Badan Legislasi dari Partai Nasdem, menyatakan optimisme bahwa RUU Masyarakat Hukum Adat akan disahkan pada tahun mendatang. Menurutnya, regulasi ini akan memberikan pengakuan hukum yang sangat dibutuhkan bagi eksistensi masyarakat hukum adat di Indonesia.
RUU Masyarakat Adat akan dibahas di Badan Legislasi, dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan kelompok masyarakat sipil yang berfokus pada isu-isu masyarakat adat. Martin Manurung mengapresiasi keterlibatan fraksi dan Badan Legislasi yang menjadi pengusul RUU ini, menandakan keseriusan DPR dalam menyelesaikan RUU ini hingga menjadi undang-undang.
RUU Masyarakat Adat akan merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012, yang merupakan hasil uji materi terhadap UU Kehutanan. Putusan ini menghapus frasa “negara” dalam definisi hutan adat, yang sebelumnya dianggap sebagai hutan negara yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Daniel Johan, anggota Badan Legislasi dari Fraksi PKB, menyatakan bahwa pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat adalah salah satu prioritas fraksinya tahun ini. Ia mengajak publik untuk terus mengawal proses pengesahan RUU ini. Sementara itu, Ketua Umum Majelis Adat Budaya Melayu Indonesia (MABMI), Ok Sidin, menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi DPR dan pemerintah untuk menunda pengesahan RUU ini, karena merupakan perintah konstitusi.
Data dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir, terdapat 687 konflik agraria di wilayah adat, melibatkan lahan seluas 11,07 juta hektar. Konflik ini mengakibatkan lebih dari 925 orang masyarakat adat dikriminalisasi, dengan 60 orang mengalami kekerasan dari aparat negara, dan satu orang meninggal dunia.
Sekjen AMAN, Rukka Sombolinggi, menekankan pentingnya pengakuan atas hutan adat dan ruang hidup masyarakat adat dalam RUU ini. Ia mendesak agar DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Masyarakat Hukum Adat, yang dianggap sebagai amanat konstitusi untuk melindungi hak-hak masyarakat adat dan memberikan kepastian hukum atas wilayah adat yang selama ini diabaikan.
RUU Masyarakat Hukum Adat telah diusulkan sejak tahun 2010 dan telah masuk dalam daftar Prolegnas selama tiga periode DPR, dari tahun 2010 hingga 2024. Dengan dukungan yang semakin kuat, diharapkan RUU ini dapat segera disahkan dan memberikan perlindungan hukum yang layak bagi masyarakat hukum adat di Indonesia.