Drama Panas! PKB vs PBNU: Cak Imin & Gus Yahya Bikin Geger

3 mins read

Jakarta – Arifin Junaidi masih mengingat jelas momen sehari setelah Soeharto lengser dari jabatan presiden pada 22 Mei 1998. Saat itu, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menerima banyak aspirasi dari para kiai dan warga NU untuk membentuk partai politik.

Arifin, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PBNU, sibuk menyusun agenda rapat PBNU yang akan diadakan keesokan harinya. Salah satu poin penting dari rapat pada 23 Agustus 1998 adalah menghargai aspirasi agar PBNU membentuk partai politik.

Selanjutnya, PBNU membentuk ‘Tim Lima’ yang diketuai oleh Ma’ruf Amin untuk menindaklanjuti aspirasi tersebut. Anggota tim ini terdiri dari para petinggi PBNU seperti H.M. Rozy Munir (Ketua PBNU), dan Ahmad Bagdja (Sekretaris Jenderal PBNU), M. Dawam Anwar (Katib Aam PBNU), dan Said Aqil Siraj (Wakil Katib Aam PBNU).

Ketua Umum PBNU saat itu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, menyetujui usulan ini. Untuk memperkuat posisi dan kemampuan kerja Tim Lima, dibentuklah Tim Asistensi yang diketuai oleh Arifin Junaidi. Anggota tim ini termasuk Muhyiddin Arubusman, Fachri Thaha Ma’ruf, Abdul Aziz, Andi Muarli Sunrawa, Nasihin Hasan, Lukman Hakim Saifuddin, Amin Said Husni, dan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Tim Asistensi ini kemudian dibekali Surat Tugas oleh PBNU.

Arifin menjelaskan bahwa tim ini menghasilkan lima poin penting. Pertama, menyusun pokok-pokok pikiran NU mengenai reformasi politik. Kedua, menyusun Mabda’ Siyasi (fondasi politik). Ketiga, menyusun hubungan partai politik (PKB) dengan NU. Keempat, membuat naskah deklarasi pendirian partai, dan terakhir, pembuatan logo partai.

Tim ini juga merekomendasikan tiga nama bagi partai baru tersebut, yaitu Partai Nahdlatul Ummah, Partai Kebangkitan Umat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB kemudian dideklarasikan pada 23 Juli 1998 di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sejak Pemilu 1999 hingga 2024, PKB selalu lolos ke parlemen.

Berita Lainnya  PDIP Ungkap Fakta Mengejutkan Terkait Tudingan Tia Rahmania!

Partai yang kini dipimpin oleh Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, memperoleh 16.115.358 suara atau 68 kursi di DPR RI pada Pemilu 2024, meningkat 10 kursi dibandingkan pemilu 2019 yang memperoleh 13,5 juta suara. Muhaimin juga menjadi calon wakil presiden mendampingi Anies Baswedan pada Pilpres 2024, meski mengalami kekalahan.

Hubungan antara PKB dan PBNU mengalami pasang surut. Dalam buku Biografi KH Ilyas Ruhiyat berjudul ‘Ajengan Cipasung’ yang ditulis oleh Iip D. Yahya (2006), tercatat beberapa momen di mana elite PKB ‘berseberangan’ dengan PBNU.

Perbedaan ini sudah terlihat sejak awal kelahiran PKB. Ilyas Ruhiyat melihat Gus Dur “mengabaikan” aspirasi kolega ulama NU kala itu dan lebih percaya pada perhitungan politiknya. Ada momen di mana jajaran ulama syuriah PBNU menggugat susunan pengurus pertama PKB, namun Gus Dur tetap pada pendiriannya.

Perbedaan pandangan juga terjadi menjelang Pilpres 2004. Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri dari PDIP. Hasyim beralasan ingin membuat keseimbangan dengan kekuatan politik di PKB. Sementara itu, PKB mendukung pasangan Wiranto-Shalahudin Wahid bersama Golkar, setelah Gus Dur gagal maju sebagai capres karena persyaratan kesehatan.

Ketika PBNU dipimpin oleh Said Aqil Siroj (2010-2021), hubungan PKB dan PBNU tergolong lebih lancar. Perbedaan pendapat secara terbuka antara PKB dan PBNU tidak terdengar lagi di publik.

Hubungan PKB dan PBNU kembali memanas ketika Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya terpilih menjadi Ketua Umum PBNU pada Desember 2021. Gus Yahya menyatakan bahwa NU tidak boleh menjadi alat politik partai manapun, termasuk PKB. Merespons hal itu, Muhaimin yakin pernyataan Gus Yahya tidak akan mempengaruhi 13 juta suara PKB di Pemilu 2024. Klaim ini dibalas oleh PBNU, dengan Ketua PBNU Ishfah Abidal Aziz menilai Cak Imin sebagai sosok yang arogan dan mengabaikan peran PBNU dalam perkembangan politik PKB.

Berita Lainnya  Pelantikan Prabowo-Gibran: Kejutan Besar Masuk TAP MPR!

Tensi semakin meningkat setelah DPR membentuk Pansus Angket Haji terkait sengkarut penyelenggaraan ibadah haji 2024. Cak Imin, yang menjabat Wakil Ketua DPR, mengetok palu pembentukan Pansus Haji. Pansus ini akan menyelediki keputusan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang mengalihkan tambahan kuota haji reguler sebanyak 20 ribu ke haji khusus. Pengalihan ini dianggap telah melanggar Undang-Undang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

Gus Yahya keberatan atas pembentukan Pansus Haji tersebut. Ia curiga salah satu tujuan pansus itu adalah untuk menyerang NU, karena Kementerian Agama saat ini dipimpin oleh adiknya, Yaqut Cholil Qoumas.

Gus Yahya kemudian membentuk tim khusus untuk mengkaji ulang hubungan PBNU dan PKB. Tim ini disetujui oleh Rapat Pleno PBNU pada 27-28 Juli 2024. Wakil Rais Aam PBNU Anwar Iskandar dan Wakil Ketua Umum PBNU Amin Said Husni mengisi tim ini. Gus Yahya mengatakan tim ini dibentuk menyusul pelbagai narasi konflik yang menyiratkan ketegangan hubungan PBNU dan PKB yang meruncing beberapa waktu terakhir.

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, menilai konflik antara elite PBNU dan PKB disebabkan oleh perbedaan haluan politik masing-masing pucuk pimpinan. Ujang menilai Gus Yahya merupakan ‘loyalis Gus Dur’. Konflik internal PKB antara Gus Dur dan Cak Imin bermula ketika Cak Imin diberhentikan dari jabatan Ketua Umum PKB dalam rapat gabungan Dewan Syura dan Dewan Tanfidz yang digelar di Jakarta pada 26 Maret 2008. Dua pihak sama-sama menggelar Muktamar Luar Biasa PKB untuk mendapatkan keabsahan.

Berita Terbaru

Mengenai Kami

Haluan.co adalah bagian dari Haluan Media Group yang memiliki visi untuk mencerdaskan generasi muda Indonesia melalui sajian berita yang aktual dan dapat dipercaya

Alamat
Jalan Kebon Kacang XXIX Nomor 02,
Tanah Abang, Jakarta Pusat
—–
Lantai IV Basko Grandmall,
Jl. Prof. Hamka Kota Padang –
Sumatera Barat

 0813-4308-8869
 [email protected]

Copyright 2023. All rights reserved.
Haluan Media Group 
slot online slot gacor slot