Jakarta – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nasional mengkritisi keputusan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) yang membuka kembali keran ekspor pasir laut setelah 20 tahun ditutup. Keputusan ini dinilai Walhi berpotensi membahayakan pulau-pulau kecil di Indonesia yang terancam tenggelam.
Dalam sebuah utas di akun X, Walhi Nasional menyampaikan kekhawatirannya terhadap keputusan rezim Jokowi tersebut. Mereka menilai bahwa pembukaan kembali ekspor pasir laut ini justru akan mempercepat tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indonesia. Walhi juga menjelaskan alasan mengapa masyarakat harus prihatin dengan kebijakan ini.
Pada awal utas tersebut, Walhi mengutip tweet dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, yang mengekspresikan kesedihannya dengan ikon perempuan menangis atas pemberitaan dibukanya kembali ekspor pasir laut.
Pada unggahan beberapa hari sebelumnya, tepatnya 13 September 2024, Walhi membahas perbandingan keuntungan dan kerugian dari aturan pemerintah yang membuka kembali ekspor pasir laut. Mereka menyoroti bahwa kerugian lingkungan jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan ekonomi yang didapat.
Saat dikonfirmasi, Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Zuhadi, menjelaskan bahwa UU 32/2014 mengenai Kelautan dengan jelas mengatur langkah-langkah yang harus diambil pemerintah untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan laut. Namun, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) terkait ekspor pasir laut justru bertentangan dengan undang-undang tersebut.
Zenzi Zuhadi menjelaskan bahwa Permendag tersebut merupakan turunan dari PP 26/2023, yang juga merupakan turunan dari UU 32/2014 tentang Kelautan. Pada Pasal 56 UU Kelautan, ditegaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab dalam melindungi dan melestarikan lingkungan laut.
Lebih lanjut, Walhi mempertanyakan kinerja DPR sebagai lembaga legislatif dalam mengawasi dugaan pelanggaran undang-undang oleh pemerintahan Jokowi. Mereka menuntut agar DPR lebih aktif dalam mengawasi kebijakan yang berpotensi merusak lingkungan.