Gaza – Israel telah melancarkan serangan besar-besaran di Gaza, Palestina, selama setahun terakhir, yang mengakibatkan hampir 42 ribu warga Palestina kehilangan nyawa. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, dengan tegas menyatakan bahwa Israel akan membayar mahal atas apa yang ia sebut sebagai genosida di Gaza.
Serangan ini, menurut klaim Israel, merupakan balasan atas serangan yang dilakukan oleh pejuang Hamas ke wilayah mereka pada 7 Oktober 2023. Serangan dari pihak Hamas tersebut mengakibatkan 1.200 orang tewas dan ratusan lainnya menjadi sandera.
Setelah serangan tersebut, Israel mendeklarasikan perang terhadap Hamas dan memulai serangan udara besar-besaran serta invasi darat dengan menggunakan tank dan pasukan mereka. Berdasarkan laporan dari Al Arabiya, Kementerian Kesehatan Palestina menyatakan bahwa 41.909 orang telah tewas akibat serangan Israel di Gaza.
Jumlah korban tersebut sudah termasuk korban tewas dalam 24 jam terakhir hingga Selasa (8/10/2024). Selain itu, Kementerian Kesehatan Palestina juga melaporkan bahwa 97.303 orang terluka di Jalur Gaza sejak perang dimulai ketika Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023.
Dilansir dari CNN dan AFP, pada Minggu (6/10), Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas melaporkan bahwa serangan Israel terhadap sebuah masjid yang telah diubah menjadi tempat perlindungan di pusat kota Deir al-Balah menewaskan 26 orang. Sementara itu, militer Israel menyatakan bahwa target mereka adalah militan Hamas.
Juru bicara Badan Pertahanan Sipil Gaza, Mahmud Bassal, mengungkapkan bahwa lebih dari separuh korban tewas di sebuah sekolah di Kota Gaza adalah anak-anak. Menurut saksi mata, sekelompok anak yatim piatu awalnya berkumpul di gedung tersebut untuk menerima bantuan dari kelompok setempat.
Recep Tayyip Erdogan, Presiden Turki, telah bersumpah bahwa Israel akan membayar harga atas tindakan yang ia sebut sebagai genosida yang dilakukan di wilayah Gaza. Pernyataan ini disampaikan Erdogan pada Senin (7/10) waktu setempat, bertepatan dengan satu tahun perang di Gaza.
Sebagai pendukung vokal perjuangan Palestina, termasuk Hamas, Presiden Erdogan sudah sering mengecam Tindakan penyerangan yang dilakukan oleh Israel ke tanah Palestina. Ia bahkan menyebut Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, sebagai ‘penjagal Gaza’ dan menyamakannya dengan Adolf Hitler, pemimpin Nazi Jerman.
Erdogan juga sering memuji Hamas sebagai pejuang kemerdekaan. Ia menyatakan bahwa apa yang telah terjadi di depan mata seluruh dunia selama setahun terakhir ‘sebenarnya adalah seluruh umat manusia, dan semua harapan umat manusia untuk masa depan’.
Erdogan juga mengkritik mengenai kegagalan sistem internasional dalam menghentikan perang yang tengah terjadi di Gaza dan kini di Lebanon. Ia menegaskan bahwa pendudukan Israel atas tanah Palestina harus diakhiri.
Khaled Meshaal, pemimpin Hamas yang tinggal di pengasingan, menyatakan bahwa kelompoknya akan bangkit dari abu ‘seperti burung phoenix’ meskipun mengalami kerugian besar selama setahun perang melawan Israel di Gaza. Meshaal menegaskan bahwa Hamas akan terus merekrut petempur dan memproduksi senjata.
Menurut laporan Reuters, Selasa (8/10/2024), Meshaal adalah tokoh senior Hamas di bawah kepemimpinan Yahya Sinwar. Ia pernah menjadi pemimpin Hamas dari tahun 1996 hingga 2017 dan berhasil selamat dari upaya pembunuhan oleh Israel pada tahun 1997, di mana ia sempat disuntik racun.
Meshaal menggambarkan konflik dengan Israel sebagai bagian dari narasi yang lebih luas selama 76 tahun terakhir, yang bermula dari apa yang disebut oleh Palestina sebagai ‘Nakba’ ketika banyak orang menjadi pengungsi pada perang pada tahun 1948 silam yang menyertai terciptanya Israel.
Meshaal juga menyatakan bahwa Hamas mampu melakukan penyergapan terhadap pasukan Israel. Para petempur Hamas menembakkan empat rudal dari Jalur Gaza ke Israel pada Senin (7/10) pagi. Tel Aviv menyebut bahwa semua rudal dari Jalur Gaza tersebut berhasil dicegat.