Jakarta – Tragedi kecelakaan pesawat Jeju Air yang merenggut nyawa 179 jiwa pada Minggu (29/12) di Muan, Korea Selatan, terus menjadi sorotan dunia. Tim investigasi bekerja tanpa lelah untuk mengungkap misteri di balik bencana ini.
Sebelum insiden terjadi, menara pengawas sempat mengeluarkan peringatan mengenai ancaman serangan kawanan burung (bird strike). Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, dan Transportasi Korea Selatan melaporkan bahwa peringatan tersebut dirilis pada pukul 08.57 pagi waktu setempat.
Setelah menerima peringatan bird strike, pilot Jeju Air mengirimkan panggilan darurat atau mayday pada pukul 08.59. Menara pengawas segera memberikan izin kepada pilot untuk mendarat ke arah yang berlawanan di landasan pacu.
Pada pukul 09.00, pilot berusaha mendaratkan pesawat di bandara. Namun, upaya tersebut tidak berjalan mulus karena roda pendaratan tidak terbuka. Pesawat akhirnya melewati landasan pacu dan menabrak beton di dekat pagar bandara, yang menyebabkan ledakan hebat.
CEO Jeju Air, Kim E Bae, menyampaikan permintaan maaf yang mendalam atas kecelakaan yang menewaskan 179 orang tersebut. Dalam konferensi pers pada Minggu, Kim menyatakan duka cita atas kehilangan seluruh penumpang dan empat awak kabin. Ia juga meminta masyarakat untuk menunggu hasil investigasi yang sedang dilakukan oleh pemerintah.
Plt Presiden Korea Selatan, Choi Sang Mok, mengumumkan hari berkabung nasional selama tujuh hari sebagai respons atas kecelakaan ini. Peringatan berkabung berlangsung mulai Minggu hingga Sabtu (4/1). Choi juga menetapkan Muan sebagai zona khusus bencana yang memerlukan bantuan negara.
Sejumlah pengamat menyatakan bahwa kecelakaan pesawat Jeju Air tidak mungkin hanya disebabkan oleh bird strike. Para ahli mencurigai adanya kerusakan mekanis yang menyebabkan kecelakaan fatal ini. Dosen senior di Universitas New South Wales, Sonya Brown, menyatakan bahwa terjangan kawanan burung biasanya tidak akan mengakibatkan kecelakaan fatal. Menurutnya, jika pesawat terkena bird strike, masih ada mesin lain yang dapat beroperasi.
Profesor Doug Drury dari Central Queensland University juga menilai bahwa bird strike tidak mungkin menyebabkan kerusakan total pada mesin pesawat. Analis penerbangan independen, Alvin Lie, menambahkan bahwa dampak terburuk dari bird strike adalah matinya mesin, bukan kecelakaan fatal.
Pesawat Jeju Air mengalami kecelakaan saat mendarat di Bandara Internasional Muan tanpa roda pendaratan. Pesawat melaju cepat di landasan pacu dan menabrak beton di dekat pagar bandara.