Jakarta – Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) melontarkan kritik tajam terhadap absennya keterwakilan perempuan dalam jajaran pimpinan Komisi VIII DPR RI yang baru dibentuk. Peneliti Formappi, Lucius Karius, menilai situasi ini sebagai sebuah ironi, mengingat komisi tersebut memiliki tanggung jawab utama dalam menangani isu-isu yang berkaitan dengan perempuan dan anak.
Lucius menegaskan bahwa ironi ini tidak hanya terletak pada isu yang diemban oleh komisi tersebut, tetapi juga pada peraturan DPR yang telah mengingatkan pentingnya representasi perempuan dalam komposisi pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR. Menurutnya, peraturan ini seharusnya menjadi acuan dalam menentukan siapa yang layak menduduki posisi pimpinan, termasuk mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
Lucius menduga bahwa ketiadaan perempuan di pimpinan Komisi VIII disebabkan oleh kurangnya koordinasi antar pimpinan fraksi dalam memastikan adanya perwakilan perempuan. Ia menyoroti bahwa penunjukan perwakilan fraksi untuk posisi pimpinan di AKD sepenuhnya menjadi wewenang masing-masing pimpinan fraksi. Namun, sayangnya, koordinasi untuk memastikan keterwakilan perempuan tampaknya belum menjadi prioritas.
Lebih lanjut, Lucius mengungkapkan bahwa tidak adanya perempuan di pimpinan Komisi VIII mencerminkan rendahnya kesadaran fraksi-fraksi di DPR akan pentingnya keterwakilan perempuan. Ia berpendapat bahwa jika fraksi-fraksi memiliki kesadaran yang lebih tinggi, maka nama-nama yang diusulkan untuk menduduki posisi pimpinan di Komisi VIII seharusnya mencakup perempuan.
Selain itu, Lucius juga mengkritik sikap partai politik yang menurutnya lebih fokus pada pembagian jatah kekuasaan daripada memperhatikan aspek representasi gender.
