Jakarta – Suhu rata-rata global kini mencapai puncak tertinggi yang pernah tercatat pada hari Minggu, menurut data terbaru dari pemantau iklim Uni Eropa (UE). Copernicus Climate Change Service (C3S) melaporkan bahwa suhu permukaan rata-rata global mencapai 17,09 derajat Celsius pada 21 Juli, melampaui rekor sebelumnya sebesar 17,08 derajat Celsius yang terjadi pada 6 Juli tahun lalu.
C3S mengonfirmasi bahwa suhu rata-rata pada hari Minggu mencerminkan suhu tertinggi baru dalam catatan mereka sejak tahun 1940. Namun, mereka juga mencatat bahwa perbedaan antara suhu sejak Juli 2023 dan tahun-tahun sebelumnya adalah yang paling mencolok. Hal ini menunjukkan tren peningkatan suhu yang semakin mengkhawatirkan.
Panas yang berlebihan telah melanda sebagian besar wilayah Amerika Serikat, Rusia, dan Eropa selatan dalam beberapa hari terakhir. Kondisi ini menambah urgensi untuk mengambil tindakan nyata dalam mengatasi perubahan iklim.
Sebelumnya, beberapa peneliti iklim telah memperingatkan bahwa rekor panas yang luar biasa kemungkinan besar akan menyebabkan musim panas yang panjang dan terik, yang dapat merujuk pada kondisi yang tidak baik. Tanpa tindakan yang signifikan, dampak perubahan iklim akan semakin parah dan meluas.
Mengutip BNE News, di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), suhu udara yang terasa mencapai 62 derajat Celsius, meskipun suhu udara nominal di Dubai berada di level 43 derajat Celsius pada 17 Juli. Para ahli meteorologi memperingatkan bahwa suhu di Dubai mendekati batas suhu bola basah (wet-bulb), sehingga aktivitas di luar ruangan dapat mengancam jiwa.
Sementara itu, mengutip Reuters, Jepang mengeluarkan peringatan serangan panas di 39 dari 47 prefektur karena suhu mencapai 37 derajat Celsius awal pekan ini. Tak hanya Tokyo, suhu panas juga melanda Hachioji dan Gunma, di mana beberapa wilayah suhu sempat mencapai 40 derajat Celsius. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak perubahan iklim tidak mengenal batas geografis dan dapat mempengaruhi berbagai negara di dunia.