Jakarta – Tingkat pengangguran di Indonesia terus meningkat, terutama di kalangan pemuda berusia 15-29 tahun. Berdasarkan data terbaru, hingga Februari 2024, persentase total pengangguran pemuda Indonesia mencapai 7,53%. Angka ini mendekati total persentase sepanjang tahun 2023 yang tercatat sebesar 10,28%.
Selain itu, tercatat ratusan ribu pemuda Indonesia merasa putus asa dalam mencari pekerjaan. Badan Pusat Statistik (BPS) menggolongkan kelompok ini sebagai “hopeless of job”. Kondisi ini dapat menyebabkan pemuda mudah menyerah, tidak bersemangat, frustrasi, bahkan depresi.
Berdasarkan data BPS per Februari 2024, terdapat 369,5 ribu pemuda berusia 15-29 tahun yang masuk ke dalam golongan “hopeless of job”. Angka ini telah mencapai 56% dari total sepanjang tahun 2023 yang sebesar 575 ribu pemuda. Pada tahun 2022, jumlah ini mencapai puncaknya dengan 1,1 juta pemuda yang masuk ke dalam golongan “hopeless of job”.
Mayoritas dari golongan “hopeless of job” (55,8%) memiliki pendidikan rendah atau hanya lulusan SMP ke bawah. Selain itu, tingginya tingkat “hopeless of job” juga disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan di Indonesia, khususnya di sektor formal, pergeseran pertimbangan pemuda dalam menilai budaya kerja baru, hingga ketidaksesuaian antara pendidikan yang mereka tekuni dengan lapangan pekerjaan.
Pemuda yang masuk dalam golongan “hopeless of job” biasanya rentan terhadap depresi. Menurut laporan Survei Kesehatan Indonesia (SKI) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi depresi di Indonesia sebesar 1,4% pada tahun 2023. Ditinjau berdasarkan kelompok usia, prevalensi depresi paling banyak dirasakan oleh usia 15-24 tahun atau generasi Z, yakni sebesar 2%.
Mengapa Generasi Z Mudah Depresi?
Generasi Z, yang lahir di era digital, menghadapi tantangan yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tumbuh dengan teknologi yang terus berkembang, namun juga menghadapi tekanan yang lebih besar dalam hal pendidikan dan karier. Berikut beberapa alasan mengapa generasi Z mudah depresi saat mencari kerja:
- Tekanan Sosial dan Media Sosial: Media sosial sering kali menampilkan kehidupan yang tampak sempurna, yang dapat membuat generasi Z merasa tidak cukup baik atau tidak berhasil. Tekanan untuk tampil sempurna dan sukses di usia muda dapat menyebabkan stres dan depresi.
- Ketidakpastian Ekonomi: Kondisi ekonomi yang tidak stabil dan kurangnya lapangan pekerjaan membuat generasi Z merasa tidak memiliki masa depan yang pasti. Ketidakpastian ini dapat menyebabkan kecemasan dan depresi.
- Pendidikan yang Tidak Sesuai dengan Kebutuhan Pasar Kerja: Banyak pemuda yang merasa pendidikan yang mereka peroleh tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Hal ini membuat mereka kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka.
- Kurangnya Dukungan Mental: Generasi Z sering kali merasa tidak memiliki dukungan mental yang cukup dari keluarga atau lingkungan sekitar. Kurangnya dukungan ini dapat memperburuk kondisi mental mereka.
Solusi untuk Mengatasi Depresi pada Generasi Z
Untuk mengatasi masalah depresi pada generasi Z, diperlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Berikut beberapa solusi yang dapat dilakukan:
- Peningkatan Akses ke Layanan Kesehatan Mental: Pemerintah dan lembaga terkait perlu meningkatkan akses ke layanan kesehatan mental, termasuk konseling dan terapi, untuk membantu pemuda yang mengalami depresi.
- Pendidikan yang Relevan dengan Kebutuhan Pasar Kerja: Institusi pendidikan perlu menyesuaikan kurikulum mereka dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga lulusan memiliki keterampilan yang relevan dan dapat bersaing di dunia kerja.
- Dukungan dari Keluarga dan Lingkungan: Keluarga dan lingkungan sekitar perlu memberikan dukungan moral dan emosional kepada pemuda, sehingga mereka merasa didukung dan tidak merasa sendirian dalam menghadapi tantangan hidup.
- Pengembangan Keterampilan Non-Akademis: Pemuda perlu didorong untuk mengembangkan keterampilan non-akademis, seperti keterampilan sosial, komunikasi, dan manajemen stres, yang dapat membantu mereka menghadapi tekanan hidup dengan lebih baik.
Dengan pendekatan yang tepat, diharapkan generasi Z dapat mengatasi tantangan yang mereka hadapi dan mencapai kesejahteraan mental yang lebih baik.
