Jakarta – Fenomena golput atau tidak memilih dalam pemilu, termasuk Pilkada serentak 2024, selalu menjadi sorotan. Salah satu contohnya adalah gerakan ‘Anak Abah tusuk tiga pasangan calon’ yang muncul di Pilkada Jakarta. ‘Anak Abah’ adalah julukan bagi pendukung mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang ramai digunakan di media sosial saat Pilpres 2024 lalu.
Juru bicara Anies Baswedan, Sahrin Hamid, menilai bahwa gerakan ini mungkin merupakan ungkapan kekecewaan dari pendukung Anies karena jagoan mereka tidak berlaga di Pilkada Jakarta. Ketua KPU DKI Jakarta, Wahyu Dinata, mengajak masyarakat untuk menggunakan hak pilih mereka setelah munculnya gerakan ‘Anak Abah tusuk tiga pasangan calon’. Sementara itu, mantan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, menilai bahwa gerakan tusuk tiga pasangan calon patut dihargai sebagai wujud kebebasan berekspresi dari masyarakat.
Selain di Jakarta, gerakan untuk memilih kotak kosong juga muncul di Pilkada Kota Surabaya 2024. Pemilihan wali kota dan wakil wali kota Surabaya hanya diikuti oleh satu pasangan calon, yakni Eri Cahyadi dan Armuji. Puluhan warga Surabaya yang mengatasnamakan Aliansi Relawan Surabaya Maju mendeklarasikan dukungan mereka terhadap kotak kosong pada Senin (17/9).
Aksi yang digelar di depan Gedung DPRD Surabaya tersebut menarik perhatian banyak pihak karena dianggap sebagai bentuk protes kepada para pimpinan partai politik di kota tersebut. Koordinator aksi di Surabaya, Harijono, menjelaskan bahwa deklarasi mendukung kotak kosong bertujuan untuk memberikan pesan bahwa masyarakat Surabaya menginginkan perubahan nyata dalam pemerintahan.
Calon wali kota Surabaya, Eri Cahyadi, menanggapi kemunculan kotak kosong sebagai hal yang wajar. Menurutnya, adanya kotak kosong dianggap sebagai bentuk kesadaran akan kekurangan dan kelebihan dalam praktik demokrasi itu sendiri. Eri Cahyadi dan Armuji menjadi calon tunggal di Pilkada Kota Surabaya 2024, diusung oleh 18 partai politik, termasuk PDIP. Pasangan ini dipastikan melawan kotak kosong.
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menekankan bahwa memilih untuk golput tanpa memberikan imbalan materi bukanlah tindakan yang melanggar hukum. Sementara itu, Pakar Hukum Kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI), Titi Anggraini, melalui akun X-nya, menjelaskan aspek hukum gerakan golput: abstain atau coblos semua calon. Menurutnya, memilih atau tidak memilih adalah kehendak bebas dari setiap warga negara sepanjang dilandasi oleh kesadaran dan pemahaman yang otentik atas setiap konsekuensinya.
Titi Anggraini menambahkan bahwa gerakan golput menjadi tantangan bagi partai politik, pasangan calon, dan penyelenggara pemilu untuk direspon secara substantif melalui diskursus gagasan dan program yang kritis. Selain itu, mereka harus memastikan hadirnya pemilihan yang bukan hanya periodik tapi juga murni dan diselenggarakan berdasarkan asas prinsip pemilu yang bebas dan adil.