Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, sebagai tersangka dalam kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang mengguncang Pemerintah Provinsi Bengkulu. Selain Rohidin, dua individu lainnya juga ditetapkan sebagai tersangka, yakni Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dan Evriansyah alias Anca, yang merupakan ajudan Gubernur.
Rohidin dan dua tersangka lainnya diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP. Penetapan ini dilakukan setelah KPK melakukan OTT pada Sabtu, 23 November, yang diduga terkait dengan pungutan untuk keperluan Pilkada 2024.
Dalam operasi tersebut, KPK menangkap total delapan orang. Namun, lima orang lainnya dilepaskan karena berstatus sebagai terperiksa atau saksi. Kelima orang tersebut adalah Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Bengkulu, Syarifudin; Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Bengkulu, Syafriandi; Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Bengkulu, Saidirman; Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Provinsi Bengkulu, Ferry Ernest Parera; serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Bengkulu, Tejo Suroso.
Rohidin, yang merupakan calon gubernur petahana, kembali mencalonkan diri dalam Pilgub 2024 bersama pasangannya, Meriani, untuk periode 2024-2029. Mereka akan bersaing melawan pasangan Helmi Hasan-Mi’an. Tim kuasa hukum Rohidin sebelumnya menyatakan keberatan atas tindakan hukum KPK terhadap kliennya, dengan alasan bahwa Rohidin masih menjadi kontestan Pilkada 2024.
Pernyataan dari tim hukum Rohidin dianggap keliru, karena KPK telah memutuskan untuk tetap melanjutkan penegakan hukum dalam kasus korupsi ini, meskipun berada di masa Pilkada 2024. Hal ini berbeda dengan pendekatan yang diambil oleh Kejaksaan Agung dan Polri, yang cenderung menunda penanganan kasus hukum selama masa pemilihan.