Sanaa – Kelompok pemberontak Houthi yang berpusat di Yaman mengumumkan keberhasilan peluncuran rudal balistik hipersonik ke jantung Israel. Sebelumnya, pihak Tel Aviv mengklaim berhasil menangkis rudal yang ditembakkan dari Yaman tersebut.
Dalam pernyataan yang disampaikan oleh AFP dan Al Arabiya pada Kamis (26/12/2024), Houthi menyatakan bahwa serangan rudal mereka diarahkan ke wilayah Tel Aviv pada Rabu (25/12) waktu setempat. Selain rudal balistik, Houthi juga mengklaim meluncurkan dua drone ke wilayah Israel.
Houthi menyebut bahwa pasukan drone mereka melancarkan dua operasi militer yang menargetkan pusat komersial di Tel Aviv dan kota Ashkelon di selatan Israel. Serangan ini menunjukkan peningkatan kemampuan militer Houthi dalam menggunakan teknologi drone dan rudal balistik.
Militer Israel, dalam pernyataannya, menyatakan bahwa rudal dari Yaman tersebut telah berhasil ditembak jatuh sebelum memasuki wilayah Israel. Sementara itu, salah satu drone dilaporkan “terjatuh di area terbuka” setelah sirene peringatan serangan udara berbunyi di wilayah selatan Israel, dekat Jalur Gaza.
Tidak ada laporan mengenai korban luka akibat serangan Houthi ini di wilayah Israel. Namun, serangan ini menambah ketegangan yang sudah ada di kawasan tersebut.
Kelompok Houthi telah berulang kali meluncurkan serangan rudal ke wilayah Israel sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina, terutama sejak konflik di Jalur Gaza berkecamuk lebih dari setahun lalu. Meskipun sebagian besar serangan rudal Houthi berhasil dicegat oleh sistem pertahanan Israel, serangan pada Sabtu (21/12) lalu berhasil melukai 16 orang di dekat Tel Aviv.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, merespons serangan tersebut dengan melontarkan ancaman terhadap Houthi. Ancaman ini menunjukkan bahwa Israel tidak akan tinggal diam terhadap serangan yang mengancam keamanan warganya.
Serangan drone Houthi pada bulan Juli lalu yang menewaskan satu warga sipil Israel memicu serangan balasan dari Tel Aviv terhadap pelabuhan Hodeida di Yaman, yang dikuasai oleh Houthi. Selain itu, Houthi juga secara rutin menargetkan jalur pelayaran di Laut Merah dan Teluk Aden, yang memicu respons militer dari Amerika Serikat dan sekutunya, Inggris.