Oleh: Khulfi M. Khalwani (Perencana Pembangunan)
Ada yang menarik dari pidato Yth. Bpk. Presiden Prabowo Subianto saat pidato perdananya di hadapan Sidang Paripurna MPR RI usai dilantik pada Minggu (20/10/2024).
Salah satunya yaitu Presiden menyoroti pentingnya swasembada energi. Dengan memanfaatkan kekayaan alam yang dimiliki Indonesia, termasuk kelapa sawit, singkong, tebu, sagu, serta energi geotermal dan batu bara, Presiden meyakini Indonesia bisa mencapai kemandirian energi.
“Pemerintah yang saya pimpin nanti akan fokus untuk mencapai swasembada energi. Kita juga harus mengelola air kita dengan baik, alhamdulillah kita punya sumber air yang cukup dan kita sudah punya teknologi menghasilkan air yang murah dan yang bisa memenuhi kebutuhan kita,” kata Presiden
Pidato ini mengingatkan akan catatan sejarah, dimana Presiden RI yang pertama, Ir.Soekarno (1960) juga pernah mengatakan, “gerak adalah sumber kehidupan,dan gerak yang dibutuhkan di dunia ini bergantung pada energi, siapa yang menguasai energi dialah pemenang”.
Ucapan bapak proklamator tersebut tampaknya terbukti, karena saat ini, sumber energi memang telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak terelakkan.
Zaman dahulu di Eropa, manusia menggunakan bahan bakar kayu untuk membuat api. Ketika desa-desa berkembang, kota-kota kecil terbentuk, pusat- pusat pemukiman tumbuh, kayu bakar pun berubah menjadi komoditas perdagangan. Kebutuhan sumber energi mengalami peningkatan yang signifikan sehingga hutan-hutan mulai dieksploitasi secara berlebihan dan mengakibatkan terjadinya kelangkaan kayu bakar di berbagai wilayah. (IEA 2005. Energy Statistics Manual)Tentunya tidak sebatas kayu bakar saja.
Hutan adalah masa depan suatu bangsa. Selain keanekaragaman hayati, di dalamnya tersimpan sumber daya energi yang menjadi modal dalam kegiatan produksi suatu bangsa, yaitu berupa SDA yang dapat dimanfaatkan, baik sebagai energi maupun sebagai sumber energi. Hingga saat ini tampaknya hutan akan kembali menjadi tumpuan, khususnya di Indonesia yang terletak di wilayah tropis.
Sumber daya hutan di Indonesia memberikan manfaat ekonomi, baik secara langsung (direct values) maupun tidak langsung (indirect values). Secara nyata manfaat tersebut telah mampu meberikan penghidupan bagi masyarakat baik di tingkat lokal, regional, dan global. Salah satu manfaat yang diberikan oleh hutan ialah pemenuhan sumber energi.Di masa depan dalam pemenuhan energinya, Indonesia tidak dapat bergantung pada kebijakan energi Business as Usual (BaU) seperti saat ini. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus merangkak naik, diikuti peningkatan populasi penduduk memberikan konsekuensi bahwa pengembangan sumber energi baru dan terbarukan harus menjadi perhatian.
Kawasan hutan daratan di Indonesia seluas ± 63% luas daratan Indonesia, memberikan ruang bagi pertambangan batu bara, minyak, dan gas bumi melalui Izin Pinjam Pakai khususnya di hutan dengan fungsi produksi. Kawasan hutan juga memberikan ruang untuk pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi, baik di hutan produksi dan hutan lindung melalui Penggunaan Kawasan, maupun di hutan konservasi melalui Pemanfaatan Jasa Lingkungan.
Selain itu pada kawasan hutan produksi, dapat dibudidayakan tanaman penghasil bioenergi dan tanaman cepat tumbuh yang kayunya bisa menjadi bahan bakar biomassa berupa wood pellet. Baik melalui pengelolaan Hutan Tanaman Industri (PBPH) maupun melalui pola agroforestri dan Perhutanan Sosial dimana masyarakat adalah subjeknya, seperti pada Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD) dan Hutan Kemasyarakatan (HKm).
Satu hal lagi yang kadang luput penghitungan, kelestarian hutan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) terbukti mampu menjaga keseimbangan siklus air sehingga turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dapat terus berputar.
Beberapa uraian singkat diatas adalah wujud nilai bagaimana kawasan hutan bisa menjadi andalan pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Kelestarian sumber daya hutan pada berbagai fungsi dapat memberikan manfaat nyata terhadap upaya pemenuhan energi di Indonesia.
Dengan memperhatikan potensi hutan dan kawasan hutan yang ada, maka peluang ini harus dimanfaatkan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan sektor energi nasional. Hal ini tentunya memerlukan pemahaman bersama dan sinkronisasi dari setiap rencana program dan kegiatan antar sektor terkait. Dukungan dan komitmen dari berbagi stakeholder khususnya penelitian, pengembangan serta investasi pendanaan jangka panjang diperlukan guna lebih memasyarakatkan penggunaan energi baru terbarukan dari hutan.
Arah kebijakan energi ke depan haruslah berpedoman pada paradigma bahwa sumber daya energi tidak lagi dijadikan sebagai komoditas ekspor semata dan penghasil devisa, tetapi sebagai modal pembangunan nasional untuk tujuan mewujudkan kemandirian pengelolaan energi, menjamin ketersediaan energi dan terpenuhinya kebutuhan sumber energi dalam negeri, mengoptimalkan pengelolaan sumber daya energi secara terpadu dan berkelanjutan, meningkatkan efisiensi pemanfaatan energi, menjamin akses yang adil dan merata terhadap energi, pengembangan kemampuan teknologi, industri energi dan jasa energi dalam negeri, menciptakan lapangan kerja dan terkendalinya dampak perubahan iklim dan terjaganya fungsi lingkungan hidup. (KEN, 2014).
Oleh karena itu, perlu kebijakan yang lebih komprehensif agar setiap barel minyak dan setiap ton energi lainnya yang keluar dari perut bumi maupun dihasilkan melalui budidaya, bisa memberikan manfaat yang sebesar- besarnya untuk menggerakkan ekonomi nasional, baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku industri. Semoga cita-cita mulia ini tercapai.