Jakarta – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan pandangan yang berbeda dengan Wakil Ketua sekaligus calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak, terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan oleh KPK. ICW menegaskan bahwa OTT merupakan salah satu instrumen hukum yang efektif dalam penindakan kasus korupsi.
Johanis Tanak, dalam uji kelayakan dan kepatutan sebagai calon pimpinan KPK, mengungkapkan keinginannya untuk menutup OTT jika terpilih menjadi komisioner KPK. Pernyataan ini dinilai oleh ICW sebagai tidak berdasar dan menyesatkan.
Diky, perwakilan dari ICW, menjelaskan bahwa setiap OTT yang dilakukan oleh KPK selalu didahului dengan proses perencanaan yang matang. Proses ini dimulai dari penyadapan yang kemudian diikuti dengan pengintaian terhadap terduga pelaku. Ketika terduga melakukan aksi, KPK dapat langsung melakukan penangkapan. Diky menegaskan bahwa OTT merupakan amanat dari Undang-Undang KPK.
Diky juga menyoroti bahwa penyadapan yang dilakukan KPK dalam rangkaian OTT adalah bagian dari upaya pencarian bukti. Ia menegaskan bahwa OTT yang dilakukan oleh KPK diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sehingga memiliki landasan hukum yang kuat.
Diky mengingatkan para wakil rakyat agar tidak salah dalam memilih calon pimpinan KPK. Menurutnya, pernyataan Johanis Tanak yang ingin menutup OTT bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi yang diusung oleh KPK.
Sebelumnya, pernyataan Johanis Tanak mengenai penutupan OTT disampaikan dalam uji kelayakan dan kepatutan calon pimpinan KPK di Komisi III DPR RI pada Selasa (19/11). Tanak menyatakan bahwa OTT tidak tepat dilakukan, yang kemudian memicu kontroversi dan kritik dari berbagai pihak, termasuk ICW.