Jakarta – Serangan udara yang dilancarkan oleh Israel terhadap Iran pada Sabtu (26/10) akhir pekan lalu telah menimbulkan dampak signifikan terhadap potensi gencatan senjata di wilayah Gaza dan Lebanon. Serangan ini diklaim oleh pasukan pertahanan Israel sebagai tindakan balasan setelah Iran meluncurkan ratusan rudal ke arah Negeri Zionis pada awal Oktober.
Dalam serangan tersebut, Israel menargetkan infrastruktur rudal dan sistem pertahanan rudal milik Iran. Fasilitas militer di Ilam, Khuzestan, dan Teheran menjadi sasaran utama. Menurut Direktur Ilmu Militer di Royal United Service Institute (RUSI), Matthew Savil, serangan ini merupakan upaya Israel untuk memamerkan keunggulan militernya dan menunjukkan kemampuan mereka dalam “mengalahkan pertahanan udara Iran.”
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, telah memberikan sinyal kemungkinan akan melakukan serangan balasan terhadap pasukan Zionis. Iran mengklaim bahwa dampak serangan Israel tidak signifikan, meskipun dua tentara Iran dilaporkan tewas. Namun, Iran tidak akan tinggal diam menghadapi serangan ini.
Thomas Juneau, pengamat kajian Timur Tengah di Universitas Ottawa, menyatakan bahwa serangan Israel ini meluas dan sulit bagi Iran untuk tidak memberikan balasan. Menurut beberapa laporan, serangan Israel mungkin telah mengenai sekitar 20 lokasi, termasuk fasilitas produksi rudal. Juneau menilai bahwa jika Iran tidak membalas, hal ini akan menunjukkan citra kelemahan mereka, sesuatu yang tidak diinginkan oleh Khamenei.
Serangan Israel ke Iran dilakukan dengan konsultasi dan persetujuan dari sekutu dekatnya, Amerika Serikat. Salah satu sumber menyebutkan bahwa Gedung Putih bahkan mengetahui target spesifik yang dituju oleh Israel. Jika Iran memutuskan untuk membalas, AS siap memberikan dukungan dengan meningkatkan pertahanan udara Israel. Selain itu, AS juga disebut telah mengonfirmasi garis besar gencatan senjata untuk Lebanon dan Gaza.
Upaya diplomatik untuk mengakhiri agresi Israel diperkirakan akan terus berlanjut dalam beberapa hari mendatang.