Jakarta – Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati, mengungkapkan bahwa nelayan perempuan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, menangis setelah mengetahui wilayah mereka kembali menjadi salah satu lokasi tambang hasil dari sedimentasi laut atau pasir laut.
Susan menambahkan bahwa Desa Bandungharjo, yang merupakan bagian dari Kabupaten Jepara, pernah melakukan penolakan terhadap penambangan pasir besi pada tahun 2012. Saat itu, warga menolak tambang pasir besi yang dioperasikan oleh perusahaan CV Guci Mas Nusantara. Penolakan ini sempat memicu konflik dan kriminalisasi terhadap warga yang menolak tambang tersebut.
Menurut Susan, kebijakan pemerintah yang membuka kembali keran ekspor pasir laut dinilai sebagai keputusan sepihak. Kebijakan ini, kata Susan, tidak mempertimbangkan kondisi dan keadaan masyarakat di setiap wilayah yang terdampak.
Lebih lanjut, Susan menjelaskan bahwa wilayah pesisir pantai Bandungharjo telah mengalami abrasi yang cukup parah. Hal ini, menurutnya, disebabkan oleh aktivitas tambang pasir besi beberapa tahun lalu. Abrasi ini telah merusak ekosistem pesisir dan mengancam mata pencaharian nelayan setempat.
Pasir besi yang berada di Kabupaten Jepara tersebar di sepanjang pesisir pantai antara Kecamatan Keling, Kecamatan Kembang, dan Kecamatan Donorojo. Wilayah ini memiliki potensi pasir besi seluas 678 hektare dengan kandungan pasir besi mencapai 17 juta ton.
Pada saat itu, Pemerintah Jepara memberikan izin penambangan kepada empat perusahaan, yaitu PT Rantai Mas dengan izin eksplorasi seluas 200 hektare, CV Guci Mas Nusantara 14 hektare, dan PT Alam Mineral Lestari 200 hektare. Kehadiran penambang ini ditolak oleh warga karena selain merusak lingkungan, sebagian perusahaan tersebut juga belum memiliki izin operasional yang lengkap.