Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya angkat bicara mengenai aksi cuti massal yang dilakukan oleh sejumlah hakim di berbagai wilayah Indonesia. Aksi ini merupakan bentuk protes damai untuk menuntut penyesuaian gaji dan tunjangan yang belum mengalami perubahan sejak tahun 2012. Para hakim memulai gerakan cuti ini dari tanggal 7 hingga 11 Oktober 2024.
Para hakim menuntut pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan mereka melalui penyesuaian gaji dan tunjangan. Menurut mereka, sejak tahun 2012, tidak ada perubahan signifikan dalam penghasilan yang diterima, sehingga hal ini menjadi isu yang mendesak untuk segera ditangani.
Fauzan Arrasyid, Juru Bicara Solidaritas Hakim Indonesia, menyatakan bahwa gerakan ini adalah bentuk protes damai untuk menunjukkan kepada pemerintah bahwa kesejahteraan hakim adalah isu yang sangat penting. Fauzan menilai bahwa ketidakmampuan pemerintah dalam menyesuaikan penghasilan hakim merupakan kemunduran yang dapat mengancam integritas lembaga peradilan.
Fauzan juga mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tanpa kesejahteraan yang memadai, para hakim bisa menjadi rentan terhadap praktik korupsi. Hal ini disebabkan oleh penghasilan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Mahkamah Agung telah mengeluarkan Putusan Nomor 23P/HUM/2018 yang menegaskan perlunya peninjauan ulang terhadap pengaturan penggajian hakim. Fauzan menambahkan bahwa pengaturan penggajian yang diatur dalam PP Nomor 94 tahun 2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, menyatakan bahwa usulan kenaikan gaji untuk para hakim telah dibahas oleh kementerian dan lembaga terkait. Saat ini, keputusan akhir tinggal menunggu persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Pembahasan ini melibatkan Mahkamah Agung, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB), serta Kementerian Keuangan.