Jakarta – Kepala Center of Food, Energy, and Sustainable Development Indef, Abra Talattov, melontarkan kritik tajam terhadap permintaan tambahan anggaran sebesar Rp 68 triliun oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Menurut Abra, kenaikan anggaran tersebut belum tentu memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan produksi pangan.
Abra menyatakan keraguannya bahwa dana tambahan tersebut akan berkorelasi positif dengan produksi pertanian. Berdasarkan catatan Indef, produksi beras justru mengalami penurunan sebesar 1,4 persen dari 31,54 juta ton pada 2022 menjadi 31,01 juta ton pada 2023. Hal serupa juga terjadi pada komoditas jagung yang mengalami penurunan produksi hingga 10,61 persen. Abra menilai bahwa masih banyak faktor lain yang perlu dioptimalkan oleh Kementerian Pertanian selain hanya mengusulkan kenaikan anggaran.
Merujuk pada nota keuangan RAPBN 2025, hampir seluruh anggaran kementerian mengalami penurunan. Abra menjelaskan bahwa hal ini tidak terlepas dari tantangan fiskal yang dihadapi. Dana Kementerian Pertanian yang tahun ini ditetapkan sebesar Rp 13,3 triliun, akan turun menjadi Rp 7,9 triliun pada tahun depan.
Abra juga mengkritik tujuan pemanfaatan anggaran untuk mencetak sawah baru. Ia menyebutkan bahwa kemungkinan anggaran tersebut akan digunakan untuk melanjutkan program food estate, sementara kemampuan program tersebut masih diragukan.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengusulkan tambahan anggaran sebesar Rp 68 triliun dalam APBN 2025. Menurut Amran, anggaran yang ada saat ini tidak cukup untuk mencapai swasembada pangan seperti yang diimpikan oleh presiden terpilih Prabowo Subianto.
Amran menjelaskan bahwa jumlah anggaran tambahan yang diajukan Kementeriannya diperlukan untuk mendukung infrastruktur pertanian dan mencetak sawah baru dengan target 1 juta hektare. Ia mengklaim bahwa kementeriannya saat ini sudah berhasil secara bertahap meningkatkan produksi melalui optimalisasi lahan.