Jakarta – Dalam sebuah langkah yang mengejutkan, Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, secara resmi mengumumkan penunjukan Idrus Marham sebagai Wakil Ketua Umum Golkar untuk periode 2024-2029, khususnya di bidang Fungsi Kebijakan Publik 2. Pengumuman ini disampaikan dalam konferensi pers di Kantor DPP Golkar pada Kamis (7/11).
Idrus Marham, yang sebelumnya dikenal sebagai mantan narapidana kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, kini kembali ke panggung politik dengan posisi strategis di partai berlambang pohon beringin tersebut.
Penunjukan Idrus Marham sebagai salah satu pimpinan Golkar menimbulkan berbagai reaksi di kalangan publik. Idrus sebelumnya terjerat kasus korupsi pada Agustus 2018, di mana ia didakwa menerima suap sebesar Rp 2,25 miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo. Uang tersebut diterima bersama mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR, Eni Maulani Saragih, untuk memuluskan proyek di PLN.
Idrus Marham dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Setelah melalui proses hukum yang panjang, Idrus divonis 3 tahun penjara dan denda Rp150 juta, yang kemudian diperberat menjadi 5 tahun oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, setelah mengajukan kasasi, Mahkamah Agung mengurangi hukumannya menjadi 2 tahun, dan Idrus resmi bebas pada 11 September 2020.
Penunjukan Idrus Marham sebagai Wakil Ketua Umum Golkar menimbulkan pertanyaan mengenai komitmen partai dalam memberantas korupsi. Meskipun Idrus telah menjalani hukuman dan bebas secara hukum, kehadirannya dalam struktur kepemimpinan partai dapat mempengaruhi citra Golkar di mata publik.
Bahlil Lahadalia, sebagai Ketua Umum, diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai keputusan ini dan bagaimana Golkar akan memastikan integritas dan transparansi dalam kepemimpinannya ke depan.