Jakarta – Selama ini, risiko diabetes sering dikaitkan dengan konsumsi makanan dan minuman manis. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa konsumsi daging berlebih, terutama daging merah dan olahan, juga dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Penelitian yang melibatkan 1,97 juta peserta dan diterbitkan di The Lancet Diabetes and Endocrinology pada Kamis (22/8/2024) merekomendasikan untuk membatasi konsumsi daging olahan dan daging merah nonolahan guna mengurangi kasus diabetes tipe 2 di masyarakat. Penelitian ini menunjukkan bahwa produksi daging global telah meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir, dan konsumsi daging telah melebihi pedoman diet di banyak negara.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa asupan daging olahan dan daging merah yang tidak diolah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2, meskipun hasilnya bervariasi dan tidak konklusif. Untuk menentukan hubungan ini, tim peneliti dari Universitas Cambridge menggunakan proyek InterConnect global untuk menganalisis data dari 31 kelompok studi di 20 negara. Analisis ini mempertimbangkan berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, perilaku terkait kesehatan, asupan energi, dan indeks massa tubuh.
Para peneliti menemukan bahwa kebiasaan mengonsumsi 50 gram daging olahan per hari, yang setara dengan 2 potong ham, dikaitkan dengan peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2 sebesar 15 persen dalam 10 tahun ke depan. Sementara itu, konsumsi 100 gram daging merah yang tidak diolah per hari, setara dengan satu potong kecil daging panggang, dikaitkan dengan peningkatan risiko 10 persen lebih tinggi untuk mengembangkan diabetes tipe 2. Kebiasaan mengonsumsi 100 gram unggas sehari dikaitkan dengan risiko 8 persen lebih tinggi, meskipun hubungan ini menjadi lebih lemah setelah analisis lebih lanjut.
Nita Forouhi dari Unit Epidemiologi Dewan Riset Medis (MRC) di Universitas Cambridge, yang juga penulis senior makalah tersebut, mengatakan, “Penelitian kami memberikan bukti paling komprehensif hingga saat ini tentang hubungan antara mengonsumsi daging olahan dan daging merah (bukan olahan) dengan risiko diabetes tipe 2 yang lebih tinggi di masa mendatang.”
Beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara konsumsi berlebihan daging merah dan olahan dengan peningkatan risiko diabetes tipe 2. Daging merah yang dimaksud termasuk daging babi, sapi, kambing, dan sapi muda. Sementara itu, daging olahan mengacu pada daging yang diawetkan melalui proses seperti penggaraman, pengasapan, pengeringan, atau pengalengan, contohnya hot dog, bacon, ham, sosis, kornet, dan daging kalengan.
Daging merah olahan dianggap sangat berbahaya bagi kesehatan karena bahan pengawet, aditif, dan bahan kimia seperti nitrit dan nitrat yang digunakan dalam proses pengawetan dapat merusak pankreas (organ yang memproduksi insulin) dan meningkatkan resistensi insulin. Selain itu, daging merah mengandung lemak jenuh, kolesterol, protein hewani, dan zat besi heme, yang menurut para ilmuwan, juga bisa meningkatkan risiko diabetes tipe 2.
Meskipun mekanisme pasti bagaimana daging merah dan olahan meningkatkan risiko diabetes masih belum jelas, ada beberapa teori. Salah satunya adalah bahwa kelebihan zat besi dari daging merah dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah. Penelitian terbaru oleh Forouhi dan timnya mendukung rekomendasi untuk membatasi konsumsi daging merah dan olahan untuk mengurangi risiko diabetes tipe 2 di masyarakat.
Untuk daging unggas yang tidak diolah, sementara penelitian ini memberikan lebih banyak bukti mengenai hubungan antara konsumsi unggas dan risiko diabetes tipe 2, hubungan tersebut masih belum pasti dan memerlukan penelitian lebih lanjut.
Para peneliti menggunakan data yang diselaraskan dari berbagai penelitian untuk menyelidiki hubungan antara konsumsi daging dan perkembangan diabetes tipe 2. Dengan menggunakan data yang konsisten, mereka juga dapat memperhitungkan faktor gaya hidup atau perilaku kesehatan lain yang dapat mempengaruhi hubungan ini.
Penelitian mengenai hubungan antara konsumsi daging dan diabetes tipe 2 sebagian besar telah dilakukan di AS dan Eropa, dengan beberapa penelitian di Asia Timur. Namun, penelitian ini juga mencakup studi tambahan dari Timur Tengah, Amerika Latin, dan Asia Selatan, yang menekankan pentingnya investasi lebih lanjut dalam penelitian di wilayah-wilayah tersebut dan di Afrika.