Jakarta – Djoko Dwijono, mantan Direktur PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) periode 2016-2020, dijatuhi hukuman tiga tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta dengan subsider tiga bulan kurungan. Djoko dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol MBZ pada tahun 2016-2017.
Hakim mempertimbangkan beberapa faktor yang memberatkan dan meringankan dalam menjatuhkan putusan tersebut. Faktor yang memberatkan adalah tindakan Djoko yang tidak mendukung program pemerintah dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Di sisi lain, faktor yang meringankan adalah pengakuan bersalah Djoko dan penyesalannya atas perbuatannya. Selain itu, Djoko bersikap sopan selama persidangan, merupakan tulang punggung keluarga, dan belum pernah dihukum sebelumnya.
Vonis yang dijatuhkan kepada Djoko lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menginginkan hukuman empat tahun penjara dan denda sebesar Rp1 miliar dengan subsider enam bulan kurungan. Djoko dinilai telah merugikan keuangan negara sebesar Rp510 miliar dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ tahun 2016-2017. Tindakannya tersebut melanggar Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Selain Djoko Dwijono, terdapat tiga terdakwa lain dalam kasus ini. Mereka adalah Yudhi Mahyudin, Ketua Panitia Lelang PT JJC; Sofiah Balfas, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama sejak tahun 2008 dan Kuasa KSO Bukaka PT KS; serta Tony Budianto Sihite, Team Leader Konsultan Perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan Pemilik PT Delta Global Struktur. Ketiga terdakwa ini juga akan divonis pada hari yang sama.
Kasus korupsi ini menjadi sorotan publik karena melibatkan proyek infrastruktur besar yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat luas. Pembangunan tol layang Jakarta-Cikampek (Japek) II atau Tol MBZ merupakan salah satu proyek strategis nasional yang bertujuan untuk mengurangi kemacetan di jalur tol Jakarta-Cikampek.
Namun, tindakan korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa telah merugikan keuangan negara dan menghambat proses pembangunan. Kasus ini juga menjadi pengingat bagi semua pihak untuk selalu menjaga integritas dan transparansi dalam setiap proyek pembangunan.
Pemerintah terus berupaya untuk memerangi korupsi melalui berbagai kebijakan dan program. Salah satunya adalah dengan memperkuat lembaga penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan meningkatkan transparansi dalam pengelolaan anggaran negara.
Kasus korupsi yang melibatkan Djoko Dwijono dan terdakwa lainnya menunjukkan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam upaya menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari semua pihak, termasuk masyarakat, untuk mendukung upaya pemerintah dalam memerangi korupsi.