Jakarta – Film “Kraven The Hunter” yang menampilkan Russell Crowe sebagai Nikolai Kravinoff, mengisahkan hubungan ayah-anak yang sarat konflik. Nikolai, seorang ayah yang tegas, menginginkan anak-anaknya menjadi pria sejati dan tidak lemah. Ketika istrinya meninggal dunia karena bunuh diri, Nikolai dengan dingin menyebutnya lemah, dan alih-alih memberikan konseling kepada anak-anaknya, ia membawa mereka berburu di alam liar.
Keputusan Nikolai untuk membawa anak-anaknya berburu menjadi titik balik bagi Sergei (diperankan oleh Aaron Taylor-Johnson). Merasa tertekan dengan cara didikan ayahnya, Sergei memutuskan untuk meninggalkan keluarganya dan hidup menyendiri di Rusia. Di sana, ia mendapatkan kekuatan super dari seekor singa yang menyerangnya saat sesi berburu bersama ayahnya. Sergei kemudian menjalani misi pribadi untuk menangkap para penjahat yang menyakiti binatang liar.
Aleksei (Alessandro Nivola), seorang kriminal dengan kemampuan fisik sekuat badak, menjadi antagonis utama yang mengendus aksi Sergei. Namun, penggambaran karakter Aleksei dinilai kurang mendalam dan tidak berbeda jauh dari film-film aksi kelas B yang sudah ada sebelumnya.
Film ini, yang disutradarai oleh J. C. Chandor dan ditulis oleh Richard Wenk, Art Marcum, dan Matt Holloway, mendapat kritik tajam karena dialog yang terlalu sederhana dan plot yang terkesan datar. Sebagai film solo yang seharusnya memperkenalkan karakter Kraven, film ini gagal memberikan pengenalan yang kuat dan membingungkan penonton yang tidak familiar dengan cerita aslinya.
Karakter lain seperti Foreigner (Christopher Abbott) dan Calypso (Ariana DeBose) juga tidak mendapatkan pengembangan yang memadai. Foreigner muncul tanpa penjelasan yang jelas, sementara Calypso, yang seharusnya menjadi partner Sergei, tetap menjadi sosok misterius dengan latar belakang yang tidak dijelaskan secara rinci.
Salah satu kelemahan utama dari “Kraven The Hunter” adalah penggunaan CGI yang kurang mulus dan pertarungan klimaks yang tidak memberikan kesan mendalam. Meskipun ada usaha untuk menyajikan adegan aksi yang seru, seperti pengejaran di London, hasil akhirnya tetap tidak memuaskan.
Film ini juga dikritik karena tidak memanfaatkan rating dewasa yang dimilikinya. Berbeda dengan film-film seperti “Deadpool” atau “The Suicide Squad” yang memanfaatkan rating dewasa untuk menghadirkan adegan brutal dan dialog yang tajam, “Kraven The Hunter” terasa seperti film remaja dengan sedikit elemen kekerasan.
Dengan akting yang tidak meninggalkan kesan mendalam, dialog yang terdengar kaku, dan cerita yang tidak memorable, “Kraven The Hunter” menjadi film superhero yang mengecewakan.