Jakarta – Dalam sebuah pernyataan yang mengguncang jagat teknologi, CEO Meta, Mark Zuckerberg, mengungkapkan visinya bahwa kacamata pintar akan segera menggantikan ponsel. Pernyataan ini disampaikan dalam acara Meta Connect, di mana Zuckerberg mengupas tuntas perkembangan teknologi Augmented Reality (AR) dan kecerdasan buatan (AI) yang akan menjadi tulang punggung kacamata pintar masa depan.
Zuckerberg dengan penuh keyakinan memprediksi bahwa dalam satu dekade mendatang, miliaran orang yang kini menggunakan kacamata konvensional akan beralih ke kacamata pintar. Bahkan, mereka yang tidak berkacamata pun mungkin akan tergoda untuk mencobanya. Optimisme ini didukung oleh peluncuran prototipe terbaru kacamata pintar AR Meta yang dinamai Orion.
Kacamata Orion diklaim sebagai yang terdepan di dunia, dengan kemampuan menampilkan grafik melalui proyeksi holografik langsung ke pandangan penggunanya. Meta berencana meluncurkan Orion untuk publik pada tahun 2027. Perusahaan ini melihat kacamata ini sebagai “jendela masa depan,” di mana perangkat seperti ponsel akan menjadi usang dan digantikan oleh teknologi yang lebih hands-free dan alami.
Kemajuan teknologi AR dan AI menawarkan peluang untuk mengurangi ketergantungan pada layar ponsel. Pengalaman komputasi yang lebih alami, hands-free, dan sering terhubung ddapat menjadi daya tarik khusus dari kacamata pintar. Dengan proyeksi bahwa industri perangkat AR akan mencapai nilai pasar hingga USD 370 miliar (setara 578 triliun rupiah), potensi teknologi ini semakin nyata.
Namun, Martie-Louise Verreyne, profesor inovasi dan dekan asosiasi (penelitian) dari University of Queensland, mengingatkan bahwa teknologi ponsel sudah memberikan banyak manfaat, terutama dalam hal konektivitas, akses informasi, dan aplikasi produktivitas. Verreyne menekankan bahwa untuk benar-benar menggantikan ponsel, Meta dan perusahaan teknologi lainnya harus membuktikan bahwa kacamata pintar dapat menawarkan kenyamanan dan kegunaan yang sama atau bahkan lebih baik.
Teknologi AR yang digunakan untuk mengembangkan kacamata Orion bukanlah hal baru. Pada 1960-an, ilmuwan komputer Ivan Sutherland telah memperkenalkan perangkat augmented reality pertama yang dipasang di kepala. Insinyur asal Kanada, Stephen Mann, lalu mengembangkan prototipe pertama yang menyerupai kacamata dua dekade sesudahnya. Sepanjang dekade 1990-an, para peneliti dan perusahaan teknologi terus mengembangkan kemampuan teknologi ini untuk keperluan militer dan industri.
Kacamata pintar Orion hadir dengan fitur canggih seperti asisten AI bawaan yang menjawab perintah suara, serta pelacakan mata dan gerakan tangan untuk navigasi yang lebih intuitif. Namun, meski potensinya besar, terdapat beberapa tantangan yang perlu diatasi sebelum kacamata pintar dapat menjadi pilihan miliaran orang. Tantangan tersebut mencakup kenyamanan penggunaan, daya tahan baterai, kualitas tampilan, sampai masalah privasi dan keamanan data.
Verreyne menjelaskan bahwa penerimaan sosial juga menjadi faktor kunci. Sama halnya seperti smartphone di awal 2000-an, kacamata pintar perlu membangun ekosistem digital yang kuat agar dapat diterima oleh masyarakat luas. Meta harus memastikan jika kacamata ini tidak hanya berfungsi untuk gadget canggih, tapi juga sebagai alat yang benar-benar memperbaiki cara kita berinteraksi dengan dunia digital.