HALUAN.CO – Kita hidup di semesta yang dipenuhi cahaya, tetapi hal tersebut tidak berlaku pada saat kelahiran alam semesta. Setelah peristiwa Big Bang, tidak ada cahaya sama sekali yang menerangi jagat raya.
Big Bang menandai permulaan ruang, waktu, serta materi dan energi sekitar 13,8 miliar tahun lalu. Bukan ledakan dalam pengertian biasa, tapi sebuah ekspansi dahsyat dari titik yang sangat panas dan padat.
Pada fase awal, foton—partikel cahaya—sudah terbentuk. Namun karena banyaknya elektron bebas, foton tidak bisa bergerak dengan bebas. Mereka terus mengalami tabrakan sehingga cahaya tidak dapat merambat jauh.
Menurut penjelasan dari NASA, awal alam semesta diibaratkan seperti sup plasma panas dengan partikel yang terus bergerak bebas. Proton dan neutron mulai membentuk inti atom, tapi elektron belum bisa bergabung.
Foton yang seharusnya menyinari jagat raya terus menabrak elektron. Ini membuat alam semesta tetap gelap dan buram. Fenomena ini seperti kondisi di dalam Matahari, di mana cahaya butuh waktu lama untuk keluar.
Setelah sekitar 380.000 tahun, suhu alam semesta cukup dingin untuk memungkinkan elektron bergabung dengan proton dan membentuk atom netral. Proses yang disebut rekombinasi ini memungkinkan cahaya melaju tanpa hambatan.
Cahaya pertama yang bebas disebut sebagai radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik atau CMB. Jejaknya masih dapat diamati sampai sekarang sebagai sisa dari awal alam semesta.
Namun, meski foton telah bebas, belum ada bintang maupun galaksi. Alam semesta masih gelap hingga gas mulai runtuh oleh gravitasinya dan membentuk bintang pertama dalam 100–200 juta tahun setelah Big Bang.
Foton dari era itu telah menempuh miliaran tahun cahaya, berubah dari cahaya tampak menjadi gelombang mikro karena perluasan alam semesta. Deteksi CMB pada tahun 1964 menjadi tonggak penting dalam memahami sejarah semesta.
Perjalanan alam semesta dari gelap gulita menjadi terang adalah kisah evolusi luar biasa yang menunjukkan kompleksitas penciptaan kosmos yang kita tempati hari ini.