Jakarta – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkapkan alasan di balik keputusan pemerintah yang enggan memberikan insentif bagi mobil hybrid di Indonesia. Langkah ini diambil untuk menciptakan perbedaan yang jelas antara mobil hybrid dan mobil listrik.
Rustam Effendi, Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI, menjelaskan bahwa pada awalnya pemerintah berencana memberikan insentif untuk mobil hybrid. Namun, seiring berjalannya waktu, fokus beralih ke mobil listrik yang dianggap lebih ramah lingkungan.
Insentif untuk mobil hybrid diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, yang merevisi PP Nomor 73 Tahun 2019. Peraturan ini mengatur pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil dengan emisi rendah. Mobil Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dikenakan tarif PPnBM mulai dari 5 persen, tergantung pada kapasitas mesin dan emisi yang dihasilkan.
Rustam mencatat bahwa setelah kebijakan ini diterapkan, pabrikan otomotif yang beroperasi di segmen hybrid tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan. Saat itu, hanya Hyundai dan Wuling yang menyediakan mobil di segmen hybrid dan menunjukkan komitmen mereka di pasar domestik.
Rustam menambahkan bahwa mengundang pabrikan lain untuk berpartisipasi di segmen ini dinilai sulit. Hal ini disebabkan oleh perbandingan harga antara mobil konvensional dan mobil listrik yang mencapai hampir 150 persen. Selain itu, biaya impor mobil yang tinggi, mencapai 50 persen, ditambah PPnBM sebesar 15 persen, membuat persaingan di pasar domestik menjadi tidak menguntungkan.
Sebaliknya, produsen yang memproduksi Battery Electric Vehicle (BEV) secara lokal dengan memenuhi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) minimum 40 persen, mendapatkan diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen. Hal ini menunjukkan dukungan pemerintah terhadap pengembangan industri mobil listrik murni.
Rustam menyarankan agar ada skema atau cara baru untuk memberikan insentif lebih bagi mobil hybrid. Salah satu caranya adalah dengan menciptakan kendaraan berjenis Low Cost Green Car (LCGC) yang dikenakan PPnBM 3 persen menjadi hybrid. Menurutnya, langkah ini tidak akan mengganggu rencana pemerintah untuk mengembangkan industri mobil listrik murni, yang saat ini sudah menjadi tren global.