HALUAN.CO – Bumi kita terdiri dari lapisan lempeng tektonik raksasa yang bergerak perlahan di atas mantel panas di bawah permukaan. Meskipun pergeserannya sangat lambat, gesekan di antara lempeng-lempeng ini bisa menimbulkan tekanan besar. Ketika tekanan tersebut tidak lagi bisa ditahan, pergeseran tiba-tiba terjadi, menghasilkan gempa bumi.
Gempa yang paling sering menyebabkan tsunami terjadi di zona subduksi, yakni wilayah di mana lempeng samudra menghujam ke bawah lempeng benua. Gempa jenis ini disebut gempa megathrust, dan inilah penyebab utama dari banyak peristiwa tsunami besar yang pernah terjadi di dunia.
Namun tidak semua gempa memicu tsunami. Gempa akan menyebabkan tsunami apabila terjadi di dasar laut, cukup dangkal (kurang dari 100 km), dan berkekuatan besar (lebih dari magnitudo 7,0). Bila ketiganya terpenuhi, guncangan bisa memindahkan dasar laut secara vertikal dan mengguncang massa air di atasnya.
Proses ini menciptakan tsunami, yakni pergeseran tiba-tiba dasar laut menyebabkan air laut terdorong ke atas atau tertarik ke bawah. Air kemudian mencari keseimbangan, menciptakan gelombang yang menjalar ke segala arah, seperti riak saat batu dijatuhkan ke kolam.
Saat masih di tengah laut, gelombang tsunami hampir tak terlihat karena ketinggiannya yang rendah namun kecepatannya luar biasa — bisa mencapai 800 km per jam. Namun, ketika memasuki perairan dangkal di dekat pantai, gelombang ini melambat dan ketinggiannya meningkat drastis. Hal ini menyebabkan tsunami dapat menjadi sangat destruktif, seperti yang terjadi di Aceh pada 2004 dan Jepang pada 2011.
Bagaimana Proses Tsunami Dimulai?
Laporan dari USGS dan NOAA mengungkap tahapan utama terbentuknya tsunami akibat gempa:
- Pergeseran Tektonik: Gempa terjadi karena gesekan dan pergeseran mendadak di zona subduksi yang menyebabkan perubahan bentuk dasar laut.
- Perubahan Permukaan Laut: Ketika dasar laut naik atau turun secara tiba-tiba, massa air di atasnya ikut bergeser. Perubahan vertikal inilah yang menjadi pemicu gelombang tsunami. Satake (2007) menjelaskan bahwa semakin besar perubahan dasar laut, semakin kuat tsunami yang dihasilkan.
- Ciri Gempa Pemicu Tsunami: Gempa yang memicu tsunami biasanya memiliki kedalaman dangkal (<70 km), magnitudo tinggi (>7,0), dan terjadi di zona subduksi. Contohnya adalah gempa besar di Sumatra (2004) yang menimbulkan pergeseran vertikal hingga 15 meter.
Faktor yang Mempengaruhi Skala Tsunami
Beberapa faktor menentukan seberapa besar dan seberapa jauh dampak tsunami:
- Magnitudo dan Kedalaman: Gempa besar dan dangkal cenderung lebih memicu tsunami. Geist (1998) menyatakan bahwa gempa dengan magnitudo 7,5 ke atas di zona subduksi berpotensi besar menciptakan tsunami.
- Jenis Patahan: Sesar naik (thrust fault) menyebabkan perubahan vertikal pada dasar laut, yang sangat berperan dalam pembentukan tsunami. Sebaliknya, sesar mendatar kurang berpotensi menimbulkan tsunami.
- Bentuk Dasar Laut: McAdoo dan kolega (2006) menemukan bahwa kontur dasar laut, seperti palung atau bukit bawah laut, dapat memperkuat atau justru menghambat gelombang tsunami.
- Jarak ke Titik Gempa: Semakin dekat suatu wilayah ke pusat gempa, semakin besar dampaknya. Namun gelombang tsunami dapat menyebar ke seluruh samudra dan berdampak pada wilayah yang jauh sekalipun.
Gelombang Tsunami dan Perjalanannya
Setelah gempa mengguncang dasar laut dan air tergeser, gelombang tsunami bergerak cepat melintasi laut lepas. Berdasarkan data NOAA:
- Gelombang di Laut Dalam: Meski tinggi gelombangnya rendah (kurang dari 1 meter), panjang gelombang yang besar membuatnya mampu membawa energi dalam jumlah besar.
- Peningkatan Gelombang di Pantai: Ketika mencapai garis pantai, gelombang tsunami melambat karena air laut menjadi lebih dangkal, namun tingginya bisa meningkat berkali lipat. Studi Titov dkk. (2005) mencatat bahwa di beberapa tempat, tinggi gelombang bisa mencapai puluhan meter.
Tsunami Aceh 2004 dan Tohoku 2011 menjadi contoh nyata dari kekuatan bencana ini. Di Aceh, patahan sepanjang 1.200 km dan perubahan permukaan laut besar menyebabkan gelombang menghancurkan banyak negara. Sementara di Jepang, selain gempa M9,0, longsoran bawah laut turut memperkuat tsunami hingga mencapai ketinggian 40 meter.
Tsunami dapat melanda pesisir hanya beberapa menit setelah gempa terjadi. Karena itu, sistem peringatan dini sangat penting untuk menyelamatkan nyawa. Memahami proses terjadinya tsunami dapat membantu masyarakat pesisir meningkatkan kesiapsiagaan dan mengurangi risiko.
Tsunami adalah dampak langsung dari dinamika alam bawah permukaan yang terus berlangsung. Untuk negara maritim seperti Indonesia, tsunami bukan hanya ancaman masa lalu — melainkan bahaya nyata yang dapat terjadi kembali. Dengan pengetahuan yang tepat, kita dapat lebih siap menghadapi bencana ini.