Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengemukakan pandangannya terkait mafia tanah dalam rapat kerja dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu, 30 Oktober 2024. Pertemuan ini tidak hanya bertujuan untuk memperkenalkan jajaran pimpinan baru di Kementerian ATR/BPN, tetapi juga untuk memaparkan program kerja 100 hari yang akan dilaksanakan.
Dalam penjelasannya, Nusron mengungkapkan bahwa mafia tanah biasanya melibatkan tiga komponen utama. Komponen-komponen ini sering kali terdiri dari kepala desa, pengacara, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), atau notaris. Ketiga elemen ini, menurut Nusron, sering kali berperan dalam memfasilitasi praktik-praktik ilegal yang merugikan masyarakat.
Untuk memberantas mafia tanah, Nusron berencana mengadakan rapat koordinasi khusus dengan Jaksa Agung, Kapolri, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam rapat tersebut, Kementerian ATR akan menginisiasi proses pemiskinan terhadap mafia tanah sebagai salah satu langkah strategis untuk menghilangkan praktik ini dari Indonesia.
Nusron menegaskan bahwa ia tidak puas jika mafia tanah hanya dikenakan delik pidana umum. Menurutnya, pendekatan hukum yang lebih tegas diperlukan untuk memastikan bahwa mafia tanah benar-benar tidak ada lagi di Indonesia.
Hal ini penting karena persoalan mafia tanah tidak hanya menyangkut kepastian hukum, tetapi juga menyangkut hak-hak masyarakat kecil yang sering kali dirampas.