Jakarta – Harga minyak mengalami kenaikan tipis pada awal perdagangan Senin (23/9), dipicu oleh kekhawatiran pasar terhadap meningkatnya ketegangan politik di Timur Tengah.
Menurut laporan dari Reuters, harga Minyak Berjangka Brent untuk kontrak pengiriman November naik sebesar 20 sen atau 0,3 persen, mencapai US$74,69 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka AS untuk pengiriman November juga mengalami kenaikan sebesar 22 sen atau 0,3 persen, menjadi US$71,22 per barel.
Analis menyatakan bahwa sentimen dari Timur Tengah masih mempengaruhi pergerakan harga minyak. Ketegangan politik di wilayah tersebut dapat berdampak signifikan pada pasokan minyak dari kawasan penghasil minyak utama dunia. Jika ketegangan terus meningkat, harga minyak diproyeksikan akan terus menguat karena gangguan pasokan yang mungkin terjadi.
Selain sentimen dari Timur Tengah, harga minyak juga mendapatkan dorongan dari kebijakan pemangkasan suku bunga acuan yang dilakukan oleh The Federal Reserve (The Fed) pekan lalu. Kebijakan ini membuat pasar lebih optimis, dengan harapan bahwa pemangkasan suku bunga akan meningkatkan aktivitas ekonomi dan permintaan minyak.
Namun, penguatan harga minyak tertahan oleh perlambatan pasar kerja di Amerika Serikat. Kekhawatiran ini dapat menghambat The Fed dalam melanjutkan kebijakan pemangkasan suku bunga acuan mereka. Perlambatan pasar kerja ini menjadi perhatian utama bagi para pelaku pasar, karena dapat mempengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi dan permintaan minyak di masa mendatang.