Jakarta – Harga minyak kembali mengalami kenaikan pada perdagangan Kamis (5/9). Mengutip Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak November naik 9 sen atau 0,12 persen menjadi US$72,79 pada pukul 00.02 GMT setelah sebelumnya turun 1,42 persen di sesi sebelumnya.
Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS untuk bulan Oktober naik 12 sen atau 0,17 persen menjadi US$69,32 setelah mengalami penurunan 1,62 persen pada Rabu (4/9).
Analis menyebutkan bahwa kenaikan harga minyak ini terjadi karena upaya minyak untuk mempertahankan posisinya di awal perdagangan Kamis setelah aksi jual yang terjadi semalam. Pelaku pasar melakukan aksi jual pada Rabu malam karena kekhawatiran terhadap lemahnya permintaan minyak belakangan ini.
Namun, di tengah kekhawatiran tersebut, muncul kabar positif dari OPEC+. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) membuka wacana penundaan peningkatan produksi minyak yang dijadwalkan dimulai pada Oktober.
Wacana penundaan ini muncul setelah pekan lalu OPEC+ berniat melanjutkan kenaikan produksi sebesar 180 ribu barel per hari pada Oktober. Namun, tekanan dari kekhawatiran pasar atas lemahnya permintaan minyak membuat rencana tersebut dipertimbangkan kembali.
Kekhawatiran ini semakin diperkuat oleh berita bahwa aktivitas pabrik di Tiongkok mengalami kontraksi selama empat bulan berturut-turut pada Agustus. Data yang dipublikasikan oleh pemerintah Tiongkok pada akhir pekan lalu mengungkapkan bahwa aktivitas manufaktur di negara tersebut merosot ke level terendah dalam enam bulan pada bulan lalu. Hal ini disebabkan oleh harga pabrik yang anjlok dan kesulitan pemilik pabrik dalam mendapatkan pesanan.
Kontraksi aktivitas manufaktur di Tiongkok ini menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi permintaan minyak global. Sebagai salah satu konsumen minyak terbesar di dunia, penurunan aktivitas industri di Tiongkok berdampak signifikan terhadap permintaan minyak mentah.
Penurunan permintaan ini menambah tekanan pada harga minyak yang sudah tertekan oleh berbagai faktor global lainnya, termasuk ketidakpastian ekonomi dan geopolitik.