Jakarta – Cyrillus Harinowo, seorang bankir dan pakar moneter, menegaskan bahwa kendaraan listrik bukanlah satu-satunya jalan menuju dekarbonisasi di Indonesia. Menurutnya, masih banyak teknologi lain yang dapat dimanfaatkan untuk mencapai visi Net Zero Emissions (NZE) di tanah air.
Dalam buku setebal hampir 300 halaman yang ditulisnya, Cyrillus mengupas tren teknologi otomotif terkini, termasuk mobil listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV) dan upaya pengurangan karbon. Ia berharap buku ini dapat memberikan wawasan yang logis dan mendukung keberlanjutan ekonomi, industri, serta masa depan visi NZE.
Salah satu momen yang mendorong Cyrillus mendalami topik ini adalah pernyataan Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, pada tahun 2020. Johnson mengumumkan bahwa Inggris akan melarang penjualan mobil konvensional pada tahun 2030, hanya mengizinkan mobil listrik. Kebijakan ini menjadi inspirasi bagi banyak negara, termasuk Indonesia, untuk mempertimbangkan langkah serupa dengan berbagai prasyarat.
Buku ini disusun bersama Ika Maya Sari Khaidir, seorang profesional perbankan. Keduanya menulis 26 bab yang menyoroti perkembangan teknologi otomotif mutakhir dalam upaya mengurangi karbon, serta mengulas perjalanan berbagai negara di Eropa, Amerika, dan Asia Tenggara.
Cyrillus menegaskan bahwa upaya dekarbonisasi sektor otomotif dilaksanakan secara global. Namun, transisi menuju mobil listrik tidaklah mulus, Khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagai respons, banyak produsen mobil global, termasuk yang beroperasi di Indonesia, mulai mengembangkan kendaraan hybrid (HEV) dan plug-in hybrid (PHEV) sebagai langkah awal sebelum beralih sepenuhnya ke mobil listrik.
Cyrillus menyebut Brasil sebagai contoh yang tepat bagi Indonesia. Sebagai negara berkembang dengan populasi besar, Brasil telah mengadopsi penggunaan bioetanol sebagai bahan bakar kendaraan, yang dihasilkan dari industri gula mereka. Penggunaan bioetanol ini berpotensi mengurangi emisi karbon dari sektor transportasi, yang merupakan penyumbang utama emisi karbon di negara tersebut.
Brasil juga mengembangkan biodiesel sebagai bahan bakar alternatif ramah lingkungan untuk diesel, serta mobil flexy hybrid yang menggunakan bioetanol. Dengan populasi besar dan kesadaran lingkungan yang menambah, Brasil mempunyai potensi untuk berkembang dalam industri mobil listrik dan kendaraan ramah lingkungan lainnya.
Bagi Indonesia, dengan kemunculan tren teknologi dalam dekarbonisasi, terdapat peluang untuk menguasai rantai pasok kendaraan berteknologi listrik dan mesin flexy. Selain itu, Indonesia dapat menggunakan cadangan nikel untuk memproduksi baterai listrik yang dibutuhkan untuk mobil listrik dan hybrid.
Data penjualan mobil di Amerika selama 2023 menunjukkan lonjakan signifikan minat masyarakat terhadap mobil hybrid. Kenaikan ini mengindikasikan pergeseran preferensi konsumen menuju kendaraan yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Dengan semakin populernya mobil hybrid, peluang untuk menghadirkan inovasi baru pun semakin terbuka lebar.
Cyrillus menyadari bahwa bukunya seakan melawan arus, di mana tren mobil listrik dianggap satu-satunya solusi untuk persoalan emisi karbon. Namun, ia menekankan pentingnya memahami bahwa teknologi otomotif ramah lingkungan tidak hanya terbatas pada mobil listrik. Penerapan paradigma ini semakin mendesak, mengingat Indonesia dihadapkan dengan target Nationally Determined Contribution (NDC) pada 2030 sebelum mencapai visi NZE di 2060.