Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, mengungkapkan bahwa nasib Mary Jane, terpidana mati dalam kasus penyelundupan narkoba, kini sepenuhnya bergantung pada Pemerintah Filipina jika proses pemindahan narapidana atau transfer of prisoner benar-benar terlaksana. Mary Jane saat ini menanti keputusan krusial yang bisa mengubah jalan hidupnya.
Setelah berada di bawah yurisdiksi Filipina, Yusril menyatakan ada kemungkinan Mary Jane akan terbebas dari hukuman mati melalui grasi yang mungkin diberikan oleh Presiden Filipina, Ferdinand Bongbong Marcos Jr. Hal ini dimungkinkan karena hukum pidana di Filipina saat ini telah menghapuskan hukuman mati, membuka peluang bagi Mary Jane untuk mendapatkan pengampunan.
Namun, Yusril menegaskan bahwa proses pemindahan Mary Jane hanya dapat dilakukan jika Pemerintah Filipina memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia. Ada tiga syarat utama yang harus dipenuhi oleh Filipina sebagai negara yang mengajukan permohonan pemindahan narapidana.
Pertama, Filipina harus mengakui dan menghormati putusan final pengadilan Indonesia yang telah menghukum warganya atas tindak pidana di wilayah Indonesia. Kedua, narapidana tersebut harus dikembalikan ke negara asal untuk menjalani sisa hukuman sesuai dengan putusan pengadilan Indonesia. Ketiga, biaya pemindahan dan pengamanan selama perjalanan harus ditanggung oleh negara yang bersangkutan.
Sebelumnya, Presiden Filipina Ferdinand Bongbong Marcos Jr. menyatakan bahwa Mary Jane akan kembali ke Filipina setelah lebih dari satu dekade diplomasi dan konsultasi dengan pemerintah Indonesia untuk menunda eksekusinya. Presiden Bongbong juga menyampaikan terima kasih kepada Presiden Indonesia Prabowo Subianto dan pihak berwenang atas kerja sama yang memungkinkan kepulangan Mary Jane.