Haluan.co – Wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Sultan B Najamudin meminta Pemerintah melalui kementerian ketenagakerjaan untuk menarik kembali aturan penyesuaian jam kerja yang berdampak pada pemotongan upah buruh hingga 25 persen di tengah kinerja ekonomi global yang mulai membaik.
“Pemerintah baru saja mengumumkan capaian neraca perdagangan yang cukup baik atau surplus, bahkan selama hampir 3 tahun terakhir. Tidak relevan dan sangat tidak beralasan jika Ibu Menteri Ketenagakerjaan justru mengeluarkan aturan yang merugikan buruh”, ujar Sultan melalui keterangan resminya pada Jum’at (17/03).
Memangkas jam kerja dan upah buruh secara signifikan, kata mantan ketua HIPMI Bengkulu itu, akan berefek langsung pada kinerja ekonomi nasional yang bertumpu pada daya beli masyarakat. Periode pertumbuhan ekonomi yang stabil saat ini patut dijaga dengan mempertahankan daya beli.
“Pemerintah justru harus mencari solusi agar kinerja produksi pada industri BBM padat karya terkait mampu tumbuh. Artinya perlu ada diversifikasi pasar ekspor dan inovasi produk dari industri”, ungkap Sultan.
Menurutnya, kementerian tenaga kerja justru harus berpihak kepada kepentingan buruh dan memperluas lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Jangan sampai aturan menteri justru kontraproduktif dengan fakta statistik perdagangan ekspor Indonesia saat ini.
Nilai ekspor pakaian dan aksesori (bukan rajutan) ke Amerika Serikat misalnya, saat ini sedang surplus hingga US$ 183 juta. Lantas apa motivasi dan kepentingan pemerintah memenuhi permintaan pemilik perusahaan terkait dengan aturan tersebut”, tanya Sultan.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah diketahui baru saja menetapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Salah satu aturan dalam Permenaker ini adalah mengizinkan perusahaan tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, serta mainan anak melakukan pembatasan kegiatan dan menyesuaikan pembayaran upah. Di mana mengacu Permenaker ini, perusahaan bisa memangkas jam kerja sebanyak 1 hari dalam sepekan dan perusahaan bisa mengurangi upah pekerja sekitar 25%.