Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyatakan kesiapan mereka untuk memulai pengawasan terhadap transaksi kripto pada Januari 2025. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk mencegah tindakan pencucian uang dan kejahatan lainnya yang mungkin terjadi melalui perdagangan komoditas digital tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, menyatakan bahwa pihaknya akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengatasi potensi tindak pidana dalam transaksi kripto. Hasan mengakui bahwa pencucian uang merupakan salah satu tantangan terbesar yang harus dihadapi dalam pengawasan ini.
Selain itu, OJK juga akan berkolaborasi dengan sistem pembayaran lainnya untuk memantau profil nasabah dan transaksi yang terkait dengan perdagangan kripto. Hasan menjelaskan bahwa potensi anomali dalam transaksi dapat berasal dari nilai transaksi yang besar, seperti pencucian uang, atau transaksi kecil seperti judi online yang dikenal dengan istilah “judol”.
Diketahui bahwa OJK akan secara resmi mengambil alih peran sebagai pengawas perdagangan kripto mulai Januari 2025. Sebelumnya, tugas ini diemban oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Bursa Komoditi (Bappebti), yang berada di bawah Kementerian Perdagangan. Dengan peralihan ini, OJK sebagai lembaga independen diharapkan dapat memberikan pengawasan yang lebih efektif.
Hasan menegaskan bahwa kerja sama dengan PPATK tidak hanya sebatas pelaporan, tetapi juga mencakup aktivitas penyelidikan untuk mengungkap dan mencegah tindak pidana dalam transaksi kripto.
Berdasarkan data resmi, terdapat 545 aset kripto yang diperdagangkan di Pasar Fisik Aset Kripto, yang terdiri dari 506 aset global dan 39 aset lokal. Sementara itu, nilai transaksi aset kripto mencapai Rp33,47 triliun pada September 2024.