#OkeGasAwasiRezimBaru: Amnesti Prabowo, Solusi atau Sekadar Gimmick Politik di Tengah Hukum yang Bias Gender?

1 min read

Menjelang akhir tahun 2024, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, mengumumkan rencana pemberian amnesti kepada sekitar 44 ribu narapidana di Indonesia. Langkah ini mencakup aktivis, tahanan politik, serta mereka yang terjerat kasus Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), penghinaan kepala negara, tuduhan makar, kasus terkait Papua, hingga korupsi. Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menyatakan bahwa amnesti ini adalah bagian dari upaya rekonsiliasi, termasuk untuk kebebasan berekspresi di Papua. Sementara itu, Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menilai kebijakan ini sebagai langkah humanis dari Prabowo yang menunjukkan perhatian pada aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi.

Namun, langkah ini menuai kontroversi. Banyak pihak mempertanyakan apakah amnesti ini benar-benar solusi atau sekadar gimmick politik. Amnesty International Indonesia menilai bahwa pengampunan ini hanya solusi jangka pendek yang tidak menyentuh akar masalah utama, seperti pendekatan pidana terkait narkotika yang berkontribusi besar pada kelebihan kapasitas penjara di Indonesia. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, menegaskan bahwa pelepasan narapidana saat ini tampak sebagai solusi pragmatis untuk masalah kelebihan kapasitas di lapas, namun tidak menyelesaikan permasalahan utama di hulu.

Berita Lainnya  Agus Gumiwang Jadi Plt Ketum Golkar? Ini Faktanya!

Amnesti ini juga dipandang sebagai gimmick politik dari Prabowo di masa 100 hari pertamanya sebagai Presiden RI. Langkah ini dianggap sebagai upaya membentuk citra bahwa Prabowo dan pemerintahannya mengedepankan kemanusiaan, meskipun ada tuduhan pelanggaran HAM berat terhadap dirinya. Prabowo seolah-olah ingin ‘cuci tangan’ dengan memberikan amnesti tanpa membenahi sistem hukum yang rawan mengkriminalisasi rakyat, termasuk perempuan.

Sistem hukum yang ada sering kali menjerat perempuan tanpa kepastian hukum. Misalnya, ketika perempuan mengalami kekerasan berbasis gender, mereka justru dilaporkan balik dan dikriminalisasi. Hal serupa terjadi pada perempuan yang menyuarakan haknya di tempat kerja, seperti kasus Septia Dwi Pertiwi yang dilaporkan atas tuduhan pencemaran nama baik setelah mengungkap kondisi kerja yang tidak adil di media sosial. Kasus ini menunjukkan bahwa persoalan lebih besar dari sekadar memberikan amnesti kepada tahanan UU ITE. Perbaikan harus dimulai dari merevisi atau mencabut pasal-pasal bermasalah dalam undang-undang tersebut.

Berita Lainnya  Ridwan Kamil Ungkap Strategi Tersembunyi Prabowo untuk Pilkada Jakarta 2024!

Pemberian amnesti juga menimbulkan pertanyaan ketika menyasar narapidana kasus korupsi. Dalam pertemuan dengan pelajar Indonesia di Kairo, Prabowo menyatakan bahwa koruptor mungkin bisa dimaafkan jika mengembalikan uang yang dicuri. Namun, pernyataan ini ditentang banyak pihak karena pengampunan bagi koruptor tidak diatur dalam Undang-Undang Kitab Hukum Pidana dan UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Pengembalian kerugian hanya meringankan hukuman, tidak menghapuskan pidana.

Pemberian amnesti bisa menjadi langkah baik jika dilakukan sesuai konstitusi. Namun, Indonesia harus beralih dari kebijakan pemidanaan dan melakukan revisi atau penghapusan aturan hukum yang sering digunakan untuk mengkriminalisasi suara kritis. Peninjauan ulang terhadap peraturan yang tidak berpihak pada rakyat, seperti UU ITE, perlu dilakukan untuk menunjukkan komitmen terhadap HAM. Kebijakan amnesti harus sejalan dengan revisi atau penghapusan produk hukum yang bias gender dan sering digunakan untuk membungkam rakyat.

Berita Terbaru

Mengenai Kami

Haluan.co adalah bagian dari Haluan Media Group yang memiliki visi untuk mencerdaskan generasi muda Indonesia melalui sajian berita yang aktual dan dapat dipercaya

Alamat
Jalan Kebon Kacang XXIX Nomor 02,
Tanah Abang, Jakarta Pusat
—–
Lantai IV Basko Grandmall,
Jl. Prof. Hamka Kota Padang –
Sumatera Barat

 0813-4308-8869
 [email protected]

Copyright 2023. All rights reserved.
Haluan Media GroupÂ