Jakarta – Dalam ranah perkembangan psikologis anak, gaya pengasuhan memegang peranan vital. Pengasuhan, atau yang dikenal sebagai parenting, adalah upaya orangtua dalam memenuhi hak dan kewajiban anak. Salah satu gaya yang kerap menjadi sorotan adalah ketika orangtua menerapkan batasan ketat, yang dikenal dengan istilah orangtua ketat atau strict parent.
Istilah strict parent semakin sering terdengar belakangan ini. Di media sosial, banyak anak yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan izin untuk bermain bersama teman-temannya. Mereka sering kali harus berpikir berkali-kali untuk meminta izin dan akhirnya membohongi orangtua agar bisa pergi bersama teman-temannya. Strict parent menggambarkan anak yang terlalu dibatasi pergerakannya oleh orangtua, atau dalam psikologi dikenal dengan pola asuh otoriter.
Pola asuh otoriter dapat dikenali dari cara orangtua yang menerapkan kontrol tinggi dan sangat ketat dalam mengawasi batasan anak. Namun, dalam penerapannya, orangtua sering kali kurang menanamkan rasa tanggung jawab pada anak serta tidak memberikan kehangatan dan kasih sayang yang cukup. Strict parent terjadi di berbagai budaya dan keluarga di seluruh dunia, dipengaruhi oleh faktor budaya dan nilai tradisional.
Budaya Asia, Timur Tengah, atau Afrika cenderung memiliki nilai tradisional yang kuat. Orangtua merasa bertanggung jawab untuk mengajarkan disiplin ketat sebagai cara menghormati nilai-nilai tersebut dan menjaga reputasi keluarga. Orangtua dari latar belakang sosial-ekonomi lebih rendah juga merasa cemas tentang masa depan anak-anak mereka dan menerapkan disiplin ketat sebagai harapan untuk mengarahkan anak ke kehidupan yang lebih baik.
Pengalaman pribadi orangtua berperan penting dalam penerapan pola asuh. Orangtua yang tumbuh dalam lingkungan ketat kadang merasa perlu mendisiplinkan anak-anak dengan cara serupa agar kelak anaknya siap menghadapi tantangan hidup. Pola asuh otoriter biasanya diterapkan saat anak mulai mengerti aturan, dari masa balita hingga remaja.
Menurut Steinberg (2001), pola asuh otoriter sering dilakukan selama anak-anak tumbuh dan berkembang menjadi lebih mandiri. Namun, di tengah tuntutan akademis dan tekanan sosial yang meningkat, anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan terlalu mengekang mungkin mengalami dampak psikologis seperti kecemasan, depresi, dan rendahnya rasa percaya diri. Pola asuh tersebut menimbulkan pertanyaan penting terkait keseimbangan antara disiplin dan kebebasan.
Untuk mencegah dampak negatif dari gaya pengasuhan strict parents, orangtua dapat menerapkan gaya pengasuhan positif. Gaya pengasuhan positif penting dilakukan karena dapat mengembangkan kualitas interaksi dan komunikasi antara anak dan orangtua. Pemilihan gaya pengasuhan positif dapat menjadi landasan kuat dalam membangun perkembangan sosio-emosional dan kepribadian anak.
Menurut Hasbi (2020), terdapat berbagai prinsip pengasuhan yang dapat dilakukan oleh orangtua untuk mendukung pengasuhan positif. Pertama, memahami keunikan serta kemampuan anak. Setiap anak memiliki impian dan keunikan yang berbeda, termasuk dalam pengetahuan, keterampilan, dan perilaku. Keyakinan orangtua dan guru merupakan faktor penting untuk mendukung serta membangun kepercayaan diri, kemandirian, kreativitas, serta tanggung jawab anak.
Kedua, terus berusaha menemukan jalan keluar terhadap permasalahan. Banyak tantangan yang dihadapi orangtua dalam mengasuh anak pada setiap tahap perkembangan. Lingkungan menjadi hal penting dalam perubahan yang terjadi pada diri anak. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang sesuai dengan karakteristik setiap anak dalam proses pengasuhan.
Ketiga, menerima anak apa adanya. Menerima anak dengan segala kelebihan dan kekurangannya merupakan salah satu aspek terpenting dalam membangun hubungan yang sehat dan harmonis antara orangtua dan anak. Menerima bukan hanya tentang mengakui kualitas positif pada anak, tetapi juga tentang menerima kekurangan mereka dengan penuh kasih sayang dan pengertian.