Jakarta – Penangkapan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukanlah sebuah langkah yang diambil secara tiba-tiba. Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, menegaskan bahwa tindakan ini merupakan hasil dari penyelidikan mendalam terkait dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi yang telah berlangsung sejak bulan Mei.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap keberatan yang diajukan oleh tim hukum Rohidin, yang menuduh KPK bertindak tendensius dengan melakukan penangkapan di masa tenang Pilkada. Rohidin, yang mencalonkan diri kembali sebagai gubernur berpasangan dengan Meriani, akan bersaing melawan pasangan Helmi Hasan-Mi’an dalam Pilkada tahun ini.
Alexander menjelaskan bahwa berdasarkan bukti yang cukup, KPK memutuskan untuk meningkatkan status hukum Rohidin dari saksi menjadi tersangka. Selain Rohidin, dua orang lainnya juga ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Isnan Fajri, dan ajudan gubernur, Evriansyah alias Anca.
Rohidin dan dua tersangka lainnya diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 KUHP. Ketiga tersangka langsung ditahan selama 20 hari pertama, terhitung sejak 24 November 2024 hingga 13 Desember 2024 di Rutan Cabang KPK.