HALUAN.CO – Beberapa pedagang yang berjualan di lahan milik BMKG di kawasan Pondok Betung, Tangerang Selatan, mengaku kecewa dan merasa tertipu oleh GRIB Jaya setelah mengetahui bahwa lahan yang mereka sewa ternyata bermasalah secara hukum.
Pada 24 Mei 2025, kepolisian melakukan pembongkaran markas GRIB Jaya yang berdiri di atas lahan BMKG. Tindakan ini merupakan tindak lanjut dari laporan BMKG yang menyebut GRIB Jaya menduduki lahan secara ilegal serta menyewakannya kepada pedagang tanpa izin resmi.
BMKG berencana membangun fasilitas di atas lahan seluas 12 hektare tersebut. Namun, GRIB Jaya menolak meninggalkan lokasi dengan alasan membela kepentingan ahli waris yang mengklaim hak atas lahan tersebut.
Menurut GRIB Jaya, mereka mendapat persetujuan dari ahli waris untuk membantu mempertahankan lahan dari pembangunan. Di sisi lain, BMKG menyatakan bahwa Mahkamah Agung telah mengeluarkan rekomendasi penggusuran.
Darmaji, salah satu pedagang, mengungkapkan bahwa ia tidak mengetahui lahan tersebut dalam status sengketa saat pertama kali menyewa. Ia rutin membayar Rp3,5 juta kepada GRIB Jaya.
“Saya mulai berjualan di sini mulai Januari (2025), saya jualan Pak, jualan seafood,” ujarnya kepada petugas saat penggusuran.
Ia menjelaskan pembayaran dilakukan ke rekening atas nama Yani, pimpinan GRIB Jaya wilayah Tangerang Selatan.
Pedagang lainnya, Ina Wahyuningsih, menyatakan telah membayar Rp22 juta kepada pihak ormas untuk membuka lapak penjualan hewan kurban. Ia mengaku sudah lama mengenal pengurus ormas tersebut dan merasa aman berjualan di sana.
Darmaji mengatakan bahwa ia tidak pernah diberitahu soal status hukum lahan yang disewa. Ia baru sadar adanya persoalan hukum ketika penggusuran dilakukan.
“Saya baru tahu ini, Pak, makanya saya bingung tadinya,” tuturnya.
Ina pun mengalami hal serupa. Setelah mengeluarkan dana cukup besar, lapaknya terpaksa dibongkar karena berdiri di atas lahan yang dipermasalahkan.
Kejadian ini mencerminkan kompleksitas persoalan sengketa tanah yang melibatkan ormas, ahli waris, dan instansi pemerintah. Para pedagang berharap adanya penyelesaian yang adil agar mereka dapat kembali berdagang tanpa khawatir terjerat konflik hukum.