Jakarta – Dalam langkah strategis yang penuh perhitungan, pemerintah Indonesia telah mengakumulasi utang sebesar Rp438,1 triliun hingga Oktober 2024. Wakil Menteri Keuangan, Thomas Djiwandono, yang akrab disapa Tommy, mengungkapkan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya pembiayaan untuk menopang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024.
Tommy menjelaskan bahwa pembiayaan utang ini telah mencapai 67,6 persen dari total APBN 2024. Utang tersebut terbagi dalam dua kategori utama, yaitu surat berharga negara (SBN) dan pinjaman neto. Sebagian besar utang, yaitu Rp394,9 triliun, berawal dari penerbitan SBN neto. Jumlah tersebut sama dengan 59,3 persen dari total APBN. SBN menjadi instrumen utama pemerintah dalam menggalang dana dari pasar keuangan untuk membiayai berbagai program dan proyek pembangunan.
Selain SBN, pemerintah juga menarik utang dalam bentuk pinjaman neto sebesar Rp43,2 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan, mencapai 235,3 persen dari kas negara. Pinjaman neto ini mencakup pinjaman dari lembaga keuangan internasional dan bilateral yang digunakan untuk mendukung proyek-proyek strategis.
Di samping pembiayaan utang, pemerintah juga mengandalkan pembiayaan non-utang sebesar Rp53,2 triliun, yang setara dengan 71,5 persen dari APBN. Pembiayaan non-utang ini mencakup pendapatan dari aset negara dan sumber-sumber lain yang tidak menambah beban utang.
Hingga 31 Oktober 2024, realisasi pembiayaan anggaran senilai Rp383 triliun, atau 73,3 persen dari total anggaran yang dirancang Angka ini menunjukkan bahwa pemerintah masih memiliki ruang untuk menarik pembiayaan tambahan guna mencapai target anggaran tahun ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menambahkan bahwa total pembiayaan anggaran yang diizinkan dalam Undang-Undang APBN 2024 mencapai Rp522,8 triliun. Pemerintah berkomitmen untuk menjaga defisit anggaran pada batas yang telah ditetapkan, yaitu 2,29 persen dari produk domestik bruto (PDB).