Jakarta – Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) mengusulkan agar pemerintah Indonesia mulai memungut pajak dari orang super kaya atau ultra kaya di Indonesia. Menurut Dhenny Yuartha, peneliti dari Center of Food, Energy, and Sustainable Development INDEF, pemerintah seharusnya mencari sumber pemasukan baru dan tidak hanya mengandalkan pajak dari ledakan komoditas atau commodity boom.
Dhenny mengutip data dari Credit Suisse yang menunjukkan populasi orang super kaya di dunia. Kategori orang dalam kelompok ini adalah mereka yang memiliki kekayaan sekitar US$1 juta hingga US$50 juta atau setara dengan Rp784 miliar (dengan asumsi kurs Rp15.688 per dolar AS). Menurut data tersebut, Indonesia diperkirakan akan memiliki lebih banyak taipan dibandingkan negara-negara lain seperti Kuwait, Thailand, Filipina, dan Cile pada tahun 2026.
Dhenny tidak setuju dengan opsi pemerintah untuk membangun family office sebagai solusi. Menurutnya, pilihan ini justru akan melahirkan pengemplang pajak. Usulan family office ini sebelumnya didengungkan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, yang menegaskan bahwa kantor tersebut difokuskan untuk menghimpun pundi-pundi uang orang super kaya.
Secara sederhana, family office adalah perusahaan swasta yang menangani manajemen investasi dan kekayaan untuk keluarga kaya. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan dan mentransfer kekayaan secara efektif antar-generasi. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, juga menjadi salah satu pendukung ide ini dan menegaskan bahwa proyek ini akan dipusatkan di Bali.