Haluan.co – Komite I DPD RI menilai Pemilu dan Pilkada Serentak Tahun 2024 rawan akan menimbulkan masalah pada pemerintahan daerah. Salah satunya permasalahan yang dikhawatirkan yaitu perencanaan dan penganggaran pelaksanaan pilkada.
“Hal itu menimbulkan permasalahan pada pemerintahan daerah seperti perencanaan dan penganggaran pelaksanaan pilkada yang berhubungan dengan politik di daerah. Selain itu permasalahan lain yaitu validitas data kependudukan untuk pelaksanaan pemilu dan pilkada,” ucap Ketua Komite I DPD RI Andiara Aprilia Hikmat saat RDP dengan Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo di Gedung DPD RI, Jakarta, Senin (3/7).
Menurut Andiara, berbagai masalah yang berpotensial muncul pada pemilu dan pilkada serentak penting untuk diantisipasi sejak dini.
Hal itu demi menjaga pelaksanaan proses demokrasi di daerah sehingga tidak sampai menimbulkan ancaman keamanan.
“Potensial muncul pada pemilu dan pilkada serentak penting untuk diantisipasi sejak dini sehingga tidak sampai menimbulkan ancaman keamanan,” tuturnya.
Andiara melanjutkan terkait revisi UU No. 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Revisi UU itu tidak hanya dilakukan dalam konteks perubahan status Jakarta yang bukan lagi ibukota negara, tetapi juga berkaitan dengan keberlanjutan pemerintahan dan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan dan pembangunan.
“Komite I DPD RI saat ini sedang menyusun RUU ini yang rencananya akan disahkan dalam Rapat Sidang Paripurna DPD RI pada tanggal 14 Juli 2023 nanti,” imbuhnya.
Informasi yang diterima, sambungnya, pemerintah juga sedang menyusun RUU Jakarta pasca tidak lagi menjadi ibukota negara.
“Besar harapan RUU dari DPD RI nantinya dapat memperkaya muatan substansi RUU Jakarta saat pembahasan tripartit di DPR RI nantinya,” harap Andiara.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Provinsi DKI Jakarta Dailami Firdaus meminta Kemendagri bisa melibatkan lembaga adat Betawi sebagai muatan dalam UU yang baru nanti.
Ia mencontohkan bahwa Aceh dan Papua juga sebelumnya telah melibatkan lembaga adat sehingga UU itu bisa sesuai harapan.
“Lembaga adat itu sudah dijamin oleh konstitusi. Untuk itu Kemendagri harus melibatkan lembaga adat Betawi dalam revisi UU No. 29 Tahun 2007 ini seperti dulu di Aceh dan Papua,” ujarnya.
Selain itu, Anggota DPD RI asal Provinsi Nusa Tenggara Timur Abraham Liyanto mengatakan pemerintah harus berkaca pada pesta demokrasi pada 2019 lalu.
Pada 2019 lalu, banyak korban jiwa yang timbul baik dari pelaksanaan di lapangan hingga pemungutan suara.
“Saya pribadi menyarankan ada strategis khusus agar kejadian 2019 lalu tidak terulang lagi korban jiwa. Apakah nanti ada terobosan baru yang lebih ringkas atau dibantu oleh teknologi sehingga petugas di lapangan tidak kelelahan,” harapnya.
Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo menjelaskan pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2024 merupakan pertama kali dalam sejarah.
Maka kerawanan pelaksanaan pilkada, mirip dengan kerawanan Pemilu Serentak 2024.
“Jenis kerawanan dalam pilkada sangat beragam sesuai dengan kondisi spesifik daerah. Untuk itu TNI/Polri harus mengamankan secara serentak di daerah-daerah. Hal ini berbeda dengan pilkada sebelumnya, di mana aparat daerah tidak melaksanakan pilkada dapat mendukung pengamanan di daerah yang sedang melaksanakan pilkada,” tutur John Wempi.
John Wempi juga menjelaskan bahwa nantinya Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Jakarta wajib melakukan kerjasama dengan daerah perbatasan.
Hal itu guna meningkatkan penyelenggaraan pengelolaan perkotaan dan daerah berbatasan di sekitarnya.
“Jadi nanti Jakarta dapat membentuk kawasan khusus atau kawasan strategis nasional yang meliputi daerah berbatasan untuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan bersifat khusus bagi kepentingan nasional,” imbuhnya.***