Jakarta – Garda Revolusi Iran mengumumkan pada Sabtu (3/8) bahwa pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh, tidak terbunuh oleh ledakan bom, melainkan oleh proyektil jarak pendek dengan hulu ledak sekitar 7 kilogram. Pernyataan ini juga telah disampaikan oleh perwakilan Hamas di Iran, Khaled Qaddoumi, yang mengungkapkan bahwa tempat tinggal Haniyeh terkena roket atau proyektil dari luar.
Haniyeh tewas pada Rabu lalu, yang kini menimbulkan kekhawatiran global atas potensi konflik langsung antara Iran dan musuh bebuyutannya, Israel. Konflik ini diperkirakan akan semakin memperburuk situasi di Timur Tengah, terutama ketika Israel terus membombardir Gaza dan terjadi kontak senjata di Lebanon.
Garda Revolusi Iran telah berjanji akan membalas dendam atas kematian Haniyeh. Mereka menyatakan bahwa balas dendam tersebut akan ‘berat dan pada waktu, tempat, dan cara yang tepat’. Iran dan Hamas menuduh Israel sebagai pelaku pembunuhan Haniyeh, yang terjadi beberapa jam setelah dia menghadiri pelantikan baru di Iran. Haniyeh telah dimakamkan pada Jumat di Qatar.
Sejauh ini, belum ada pernyataan dari Israel yang mengakui tanggung jawab atas peristiwa ini. Sebelumnya, beredar kabar bahwa Haniyeh tewas karena ledakan bom yang diselundupkan diam-diam ke kediamannya di Teheran dua bulan lalu. Informasi ini muncul dari The New York Times yang mengutip sumber anonim.
Kematian Haniyeh diperkirakan akan membuat ketegangan di Timur Tengah semakin buruk. Israel yang terus melakukan serangan di Gaza dan kontak senjata di Lebanon menambah kompleksitas situasi. Iran, yang memiliki hubungan erat dengan Hamas, dipastikan akan merespons dengan tindakan yang signifikan.
Kematian Haniyeh telah menarik perhatian internasional. Banyak negara dan organisasi internasional yang mengkhawatirkan eskalasi konflik antara Iran dan Israel. Mereka menyerukan agar kedua belah pihak menahan diri dan mencari solusi damai untuk menghindari konflik yang lebih luas.