Jakarta – Pengadilan di Korea Selatan telah memberikan lampu hijau kepada otoritas penegak hukum untuk menahan Presiden Yoon Suk Yeol, yang saat ini sedang dalam proses pemakzulan dan diskors, terkait penerapan darurat militer. Keputusan ini menjadikannya presiden pertama dalam sejarah Korea Selatan yang menghadapi penahanan saat masih menjabat.
Menurut laporan dari kantor berita Yonhap dan AFP pada Selasa (31/12/2024), Pengadilan Distrik Barat Seoul mengeluarkan surat perintah penahanan terhadap Yoon. Tuduhan yang dialamatkan kepadanya meliputi mendalangi deklarasi darurat militer yang gagal pada 3 Desember, mengatur pemberontakan, dan penyalahgunaan kekuasaan.
Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) mengajukan surat perintah penahanan setelah Yoon mengabaikan panggilan ketiga dari badan antikorupsi untuk diperiksa terkait darurat militer yang hanya berlaku singkat. Surat perintah pengadilan memberikan waktu 48 jam kepada CIO untuk menahan Yoon guna diinterogasi dan mengajukan surat perintah penangkapan.
Namun, pelaksanaan surat perintah tersebut menghadapi ketidakpastian. Dinas Keamanan Presiden telah memblokir penyidik untuk memasuki kompleks kantor presiden dan kediaman resmi Yoon guna melakukan penggeledahan yang disetujui pengadilan, dengan alasan keamanan militer.
Meskipun Yoon memiliki kekebalan presiden dari tuntutan pidana, tetapi untuk tuduhan pemberontakan atau pengkhianatan hak istimewa tersebut tidak berlaku. Tim pembela Yoon berargumen bahwa CIO tidak memiliki kewenangan hukum untuk menyelidiki pemberontakan, yang seharusnya berada di bawah yurisdiksi polisi berdasarkan sistem saat ini.
Oh Dong-woon, kepala CIO, menegaskan bahwa surat perintah penahanan atau penangkapan yang dikeluarkan pengadilan tidak dapat dihalangi secara hukum, bahkan oleh presiden. Hal ini berbeda dengan surat perintah penggeledahan yang dapat dihalangi.
Yoon telah diskors dari jabatannya sebagai Presiden setelah Majelis Nasional yang dikendalikan oposisi memilih untuk memakzulkannya pada 14 Desember. Pemakzulan ini terkait dengan pemberlakuan darurat militer yang berlangsung selama enam jam sebelum dibatalkan oleh pemungutan suara parlemen.
Mahkamah Konstitusi sudah mulai melakukan proses musyawarah untuk menentukan apakah Yoon akan dicabut dari jabatannya atau dikembalikan. Mahkamah memiliki Waktu untuk menyampaikan putusannya selama 180 hari sejak tanggal 14 Desember.
Yoon diketahui telah tiga kali mangkir dari panggilan aparat penegak hukum terkait darurat militer. Terakhir, ia tidak hadir dalam panggilan ketiga pada Minggu (29/12). Pada dua panggilan sebelumnya, Yoon juga mangkir dari pemeriksaan pada 18 Desember dan 25 Desember saat Hari Natal.
Penyidik kemudian mengajukan surat perintah penangkapan Presiden Yoon pada Senin (30/12). Ini merupakan upaya paksa pertama untuk penahanan yang diterapkan kepada presiden di Korea Selatan.