Jakarta – Yanuar Nugroho, seorang pengamat kebijakan publik, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran yang dinilai terlalu gemuk. Menurutnya, banyaknya kementerian dalam kabinet ini berpotensi menghambat efisiensi dan pelaksanaan kebijakan, karena adanya tumpang tindih dalam penanganan bidang yang serupa.
Yanuar menyoroti bahwa selain tidak efisien, jumlah kementerian yang berlebihan juga akan menyedot anggaran yang cukup besar. Selain menggaji para menteri, penambahan pegawai dan staf khusus di setiap kementerian baru juga akan menambah beban anggaran. Hal ini, menurut Yanuar, dapat memperlambat kinerja pemerintahan di masa depan, karena kementerian baru memerlukan waktu enam bulan hingga satu tahun untuk dapat beroperasi secara efektif.
Lembaga kajian ekonomi, Center of Economic and Law Studies (Celios), turut mengingatkan tentang beban berat yang harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai pemerintahan pusat. Celios memperkirakan bahwa kabinet baru dapat menghabiskan dana hingga Rp 777 miliar per tahun.
Dalam laporannya, Celios mengasumsikan gaji dan tunjangan menteri sebesar Rp 150 juta per bulan, sementara wakil menteri mendapatkan Rp 100 juta per bulan. Anggaran operasional per pejabat kabinet diasumsikan mencapai Rp 500 juta per bulan. Dengan demikian, dalam lima tahun mendatang, peningkatan anggaran bisa mencapai Rp 1,95 triliun.
Sebagai perbandingan, berdasarkan data Celios, kabinet Jokowi sebelumnya menghabiskan Rp 387,6 miliar per tahun dengan komposisi 34 menteri dan 17 wakil menteri.