Jakarta – Harga minyak mentah global mengalami sedikit kenaikan pada perdagangan Senin (18/11) setelah ketegangan antara Rusia dan Ukraina meningkat selama akhir pekan. Namun, kenaikan ini dibatasi oleh kekhawatiran akan penurunan permintaan bahan bakar di Tiongkok, yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua di dunia, serta prediksi surplus minyak global.
Minyak mentah berjangka Brent naik sebesar 20 sen atau 0,3 persen, mencapai harga US$71,24 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 9 sen atau 0,1 persen, berada pada harga US$67,11 per barel. Kenaikan ini terjadi setelah pekan lalu Brent dan WTI mengalami penurunan lebih dari 3 persen akibat data yang menunjukkan lemahnya permintaan minyak dari Tiongkok. Hal ini diperparah dengan laporan Badan Energi Internasional yang memproyeksikan bahwa pasokan minyak global akan melebihi permintaan lebih dari 1 juta barel per hari pada tahun depan, meskipun OPEC+ tetap melakukan pemotongan produksi.
Pada tanggal 17 November, Presiden AS Joe Biden memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan senjata buatan AS dalam serangan jauh ke wilayah Rusia. Keputusan ini diungkapkan oleh dua pejabat AS dan sumber yang mengetahui kebijakan tersebut. Sementara itu, Rusia belum memberikan tanggapan resmi. Namun, Kremlin sebelumnya telah memperingatkan bahwa pelonggaran batasan penggunaan senjata AS oleh Ukraina akan dianggap sebagai eskalasi besar dalam perang.
Kemarin, Rusia melancarkan serangan udara terbesar ke Ukraina dalam tiga bulan terakhir, yang menyebabkan kerusakan parah pada sistem kelistrikan Ukraina. Selain itu, Rusia juga telah memberi tahu Austria bahwa mereka akan menghentikan pengiriman gas melalui Ukraina. Di dalam negeri, setidaknya tiga kilang di Rusia harus menghentikan pemrosesan atau mengurangi produksi akibat kerugian besar yang disebabkan oleh pembatasan ekspor, kenaikan harga minyak mentah, dan biaya pinjaman yang tinggi, menurut lima sumber industri.