HALUAN.CO – Kasus COVID-19 kembali meningkat di beberapa negara Asia. Dr. Agung Dwi Wahyu Widodo, pakar imunologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (UNAIR), mengingatkan bahwa masyarakat harus tetap waspada meskipun situasi tidak separah puncak pandemi.
Menurut Dr. Agung, lonjakan kasus yang kini terjadi dipengaruhi oleh:
- Munculnya varian baru
- Penurunan imunitas populasi
- Perubahan perilaku masyarakat pascapandemi
“Varian baru ini adalah hasil mutasi dari Omicron, mulai dari JN.1 hingga NB.1.8.1, yang dikenal sebagai Nimbus. Nimbus memiliki perbedaan signifikan dalam struktur spike dibandingkan varian Omicron sebelumnya,” kata Dr. Agung, dikutip dari situs UNAIR (10/6/2025).
Mutasi ini membuat virus lebih mampu menghindari kekebalan tubuh, bahkan yang diperoleh dari vaksin generasi awal.
Perubahan cuaca turut memicu penurunan imunitas. Suhu yang lebih dingin dan musim hujan menciptakan kondisi ideal untuk penyebaran virus. Minimnya pelacakan membuat infeksi COVID-19 kerap tidak terdeteksi.
“Perubahan musim ini memicu penurunan kekebalan tubuh masyarakat. Sementara itu, banyak orang merasa COVID-19 sudah tidak ada sehingga mereka mengabaikan protokol kesehatan. Padahal, tidak adanya pemeriksaan bukan berarti virus benar-benar hilang,” jelasnya.
Varian Nimbus pertama kali teridentifikasi di Asia pada akhir Januari 2025. Hingga 23 Mei 2025, WHO melaporkan varian ini telah muncul di 22 negara.
Negara-negara yang telah melaporkan varian Nimbus:
- AS (New York, California, Arizona, Ohio, Rhode Island, Washington, Virginia, Hawaii)
- Singapura
- Thailand
- Australia
- Kanada
- Hong Kong
- Korea Selatan
Gejala yang muncul: demam, menggigil, batuk, sakit tenggorokan, hidung tersumbat, kelelahan, kesulitan bernapas, diare.
Masyarakat diimbau untuk tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan dan waspada terhadap potensi penyebaran varian baru ini.