Jakarta – Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengungkapkan alasan di balik penurunan Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia pada Juli 2024 yang mencapai poin 49,3, menandakan fase kontraksi. Sebelumnya, selama 34 bulan berturut-turut, industri manufaktur Indonesia berhasil bertahan di level ekspansi.
Agus menilai bahwa ada regulasi yang tidak mendukung pelaku industri, yang akhirnya berdampak negatif pada sektor ini.
Dalam kesempatan sebelumnya, Agus menyebut bahwa kontraksi PMI manufaktur disebabkan oleh relaksasi impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024. Peraturan ini dinilai telah menyebabkan banjir impor yang akhirnya mendorong pemutusan hubungan kerja (PHK) massal dan membuat sejumlah industri gulung tikar.
Perlambatan ini dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.
Politikus Partai Golkar tetap menunjukkan optimisme tinggi terhadap potensi kebangkitan industri manufaktur di Indonesia. Menurutnya, dengan dukungan kebijakan-kebijakan yang probisnis, sektor ini masih memiliki peluang besar untuk bangkit dan berkembang. Kebijakan-kebijakan tersebut mencakup beberapa aspek penting yang harus diperhatikan oleh pemerintah dan pelaku industri.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan kepada para menterinya untuk mencari tahu penyebab pelemahan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur hingga masuk ke level kontraksi pada bulan Juli lalu.
Penurunan PMI selama empat bulan terakhir ini menjadi perhatian serius pemerintah. Menurut Jokowi, Indonesia memasuki level kontraksi setelah mengalami ekspansi selama 34 bulan berturut-turut. Pemerintah berkomitmen untuk mencari solusi guna mengembalikan kinerja industri manufaktur ke jalur ekspansi.